Percepat Tracing, Pemerintah Gunakan Antigen

JAKARTA - Kementerian Kesehatan menggunakan alat tes cepat antigen dalam upaya mempercepat pemeriksaan dan pelacakan kontak erat kasus terkonfirmasi positif COVID-19. Ini dilakukan di 98 kabupaten/kota pada sembilan provinsi dengan kasus tertinggi.

"Penggunaan tes cepat antigen ini dilakukan sebagai upaya penemuan kasus COVID-19 lebih dini. Tujuannya guna mencegah penularan serta penanganan pasien agar tidak berlanjut pada gejala yang lebih berat dan bisa menyebabkan kematian," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes, dokter Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Rabu (10/2).

BACA JUGA:  MAKI Adukan Penyidik Kasus Suap Benih Lobster dan Bansos Covid-19 ke Dewas KPK

Dia menyebutkan peningkatan tes yang masif tidak menggunakan tes RT-PCR karena keterbatasan fasilitas laboratorium. Khususnya di luar Pulau Jawa dan Bali, keterbatasan kapasitas laboratorium, dan keterbatasan waktu yang diperlukan dalam proses pengiriman spesimen dari Puskesmas.

Karena itu, Kementerian Kesehatan memilih penggunaan tes cepat antigen sebagai upaya peningkatan tes secara masif di masyarakat. "Kalau berbicara bagaimana kita harus mengupayakan deteksi dini, merupakan tantangan besar. Karena spesimen dari kontak erat harus diambil kemudian dikirimkan. Ini membutuhkan waktu untuk proses pengiriman dan konfirmasi hasil spesimen yang diambil," paparnya.

Untuk daerah yang geografisnya sangat sulit, ditambah beban jumlah spesimen yang bisa diperiksa di laboratorium, di beberapa daerah waktu tunggunya cukup lama. Bisa lebih dari tiga hari, satu minggu, bahkan 10 hari.

BACA JUGA:  Satgas Covid-19: Pelonggaran Aturan dalam PPKM Mikro Bukan Tanpa Dasar

Saat ini dua juta alat tes cepat antigen sudah disebar ke seluruh Puskesmas di Indonesia. Sementara Kemenkes juga menambahkan 1,7 juta alat tes cepat antigen pada Puskesmas di 98 kabupaten/kota yang memiliki kasus COVID-19 tinggi sebagai upaya pemeriksaan dan pelacakan kontak yang masif.

Alat tes cepat antigen ini digunakan hanya untuk keperluan penyelidikan epidemiologi kasus dan mendiagnosis pasien yang memiliki gejala COVID-19. Bukan untuk keperluan skrining atau persyaratan pelaku perjalanan.

"Target pelacakan kontak erat tiap satu orang kasus terkonfirmasi positif COVID-19. Dari yang walnya hanya melacak lima sampai 10 orang per satu kasus, menjadi 20 hingga 30 orang per satu kasus positif," tuturnya.

Setiap kasus positif yang ditemukan dengan menggunakan alat tes cepat antigen nantinya juga akan dimasukkan ke dalam pencatatan dan laporan kasus harian.

"Dalam pencatatan pelaporan langsung bisa menyatakan pemeriksaan antigen. Artinya hasilnya sama dengan pemeriksaan RT-PCR dan akan dilaporkan sebagai kasus konfirmasi melalui sistem pencatatan dan pelaporan. Nanti dipisahkan mana kasus positif dari pemeriksaan RT-PCR dan mana yang kasus konfirmasi positif dari antigen," pungkas Nadia. (rh/fin)