News . 14/01/2021, 09:00 WIB
JAKARTA – Ketua KPU Arief Budiman terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) resmi menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan pemberhentian dari jabatan ketua.
Ketua DKPP Muhammad yang memimpin jalannya sidang menegaskan, pemberhentian dari jabatan Ketua KPU RI kepada teradu Arief Budiman sejak putusan ini dibacakan. Majelis mengungkapkan Arief Budiman diadukan ke DKPP karena mendampingi dan menemani Evi Novida Ginting Manik.
Diketahui, Evi telah diberhentikan DKPP pada 18 Maret 2020. Kemudian mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta. Dalam persidangan, Arief Budiman berdalih kehadiran dirinya di PTUN Jakarta untuk memberikan dukungan moril, simpati, dan empati didasarkan pada rasa kemanusiaan.
Terpisah, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, jika dirinya belum menerima putusan hardcopy. Ia juga memastikan jika dirinya tidak tidak pernah melakukan pelanggaran dan menciderai integritas pemilu. "Kalau softfile kan bisa dilihat. Tapi secara resmi biasanya kita dikirimi hardcopy," katanya.
Selanjutnya, Arief juga mengatakan belum menyatakan sikap atas putusan tersebut. Dirinya akan mempelajari putusan tersebut telebih dahulu. "Kita pelajari nanti bersikap mau ngapain. untuk lebih lengkap bisa hubungi bu Evi. Mas Pram juga menyatakan discenting opinion terhadap putusan itu," jelasnya.
Namun, ikatan emosional sepatutnya tidak menutup atau mematikan sense of ethic dalam melakoni aktivitas individual yang bersifat pribadi. Hal itu karena dalam diri teradu merangkap jabatan ketua merangkap Anggota KPU yang tidak memiliki ikatan emosional dengan siapapun. Kecuali dalam ketentuan hukum dan etika jabatan sebagai penyelenggara pemilu.
Selain itu, kehadiran teradu di ruang publik mendampingi Evi Novida Ginting Manik dalam memperjuangkan hak-haknya membuat KPU RI terkesan menjadi pendukung utama dalam melakukan perlawanan terhadap putusan DKPP.
Sikap dan tindakan teradu menunjukan tidak adanya penghormatan terhadap tugas dan wewenang antar institusi penyelenggara pemilu. Didik menambahkan, teradu menunjukkan tindakan penyalahgunaan wewenang secara tidak langsung.
Teradu juga tanpa dasar hukum meminta Evi Novida Ginting Manik kembali aktif melaksanakan tugasnya sebagai Anggota KPU RI.
Di tempat sama, Anggota DKPP Ida Budhiati menambahkan teradu sama sekali tidak memiliki dasar hukum maupun etik memerintahkan Evi Novida Ginting Manik aktif kembali sebagai Anggota KPU RI. Menurut hukum dan etika Evi Novida Ginting tidak lagi memenuhi syarat sebagai penyelenggara pemilu setelah diberhentikan berdasarkan Putusan DKPP.
“Berdasarkan hal tersebut teradu telah terbukti melanggar Pasal 11 huruf a dan huruf b juncto Pasal 15 huruf a, huruf c, huruf d dan huruf f juncto Pasal 19 huruf c, huruf e dan huruf d, Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu,” ujar Ida.
Dalam perkara ini Anggota Majelis DKPP memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion). Yaitu Pranomo Ubaid Tanthowi. Ditegaskannya, bahwa Teradu membubuhkan tanda tangan dalam kapasitasnya sebagai Ketua KPU RI bukan atas nama pribadi.
Pramono juga menilai tindakan Teradu Arif Budiman membubuhkan tanda tangan pada surat 663 tidak termasuk pelanggaran berat yang menciderai integritas proses atau integritas hasil-hasil pemilu atau pilkada. (khf/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com