News . 21/12/2020, 09:35 WIB
JAKARTA - Potensi radikalisme di Indonesia hasil survei 2020 mengalami penurunan. Dalam survei juga ditemukan radikalisme yang melibatkan wanita justru lebih tinggi dari laki-laki.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan berdasarkan Survei Nasional BNPT 2020 ditemukan fakta potensi radikalisme tahun 2020 menurun. Namun di sisi lain terjadi feminisasi radikalisme, urbanisasi radikalisme, radikalisasi generasi muda dan netizen.
"Tentunya ini merupakan kabar gembira. Artinya kerja-kerja kontra radikalisme telah membuahkan hasil. Menurunnya potensi radikalisme, jangan sampai membuat berpuas diri dan terlena. Justru harus terus lebih keras lagi melakukan diseminasi untuk melawan propaganda kelompok radikal intoleran dan radikal terorisme," katanya dalam siaran persnya, Minggu (20/12).
Ditambahkannya, radikalisasi di Indonesia secara global memang menurun. Berdasatkan global index terrorism, Indonesia menempati urutan ke-37.
"Di ASEAN, posisi Indonesia lebih rendah dibandingkan Filipina dan Thailand," katanya.
Selain itu juga ditemukan potensi radikalisme di kalangan urban (perkotaan) lebih tinggi dibanding kalangan rural (pedesaan). Temuan penelitian 2020 menunjukkan indeks potensi radikalisme di masyarakat urban mencapai 12,3 persen, sementara masyarakat rural 12,1 persen.
"Radikalisasi generasi muda dan netizen harus diwaspadai. Sebab berdasarkan survei indeks potensi radikalisme pada generasi Z mencapai 12,7 persen; kemudian pada milenial mencapai 12,4 persen dan pada gen X mencapai 11,7 persen," ungkapnya.
"Demikian pula dengan netizen yang suka menyebar konten keagamaan lebih tinggi (13,3 persen) dibanding netizen tidak menyebar (11,2 persen)," katanya.
Dijelaskan Boy, keberadaan jaringan teroris global seperti Alqaeda dan ISIS sangat mempengaruhi cara berpikir netizen terutama generasi muda. Kelompok teroris ini berharap penetrasi melalui dunia digital akan semakin banyak pendukung mereka. Intinya mereka ingin memiliki pengikut yang masif.
"Mereka tahu karena yang disasar ini anak muda, jadi bukan lagi yang tua-tua. Bagi mereka yang tua itu masa lalu, tapi masa depan mereka adalah generasi muda," katanya.
Menurut pengamat militer Universitas Padjadjaran, Muradi Clark, target anak muda untuk pelatihan teror bukan barang baru.
"Karena mereka dilatih kelompok teror, berikutnya mereka jadi bom-bom baru untuk bom bunuh diri kemudian melakukan kegiatan yang mengancam esensi negara melalui pejabat dan sebagainya," ujarnya.
Menurutnya, radikalisme muncul ketika ada sejumlah kelompok intoleran dan fundamental hadir di tengah-tengah masyarakat. Kedua kelompok ini yang harus menjadi perhatian agar tak terjerumus jaringan terorisme.
Di sisi lain, analis terorisme dan intelijen dari Universitas Indonesia (UI), Stanislaus Riyanta menyebut para teroris remaja selalu mencari kesempatan menyasar pejabat VVIP.
"Teroris kalau punya kemampuan serta kesempatan, pasti akan menyerang VVIP," katanya.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com