JAKARTA - Banyak cara untuk mengabdi bagi kemanusian di tengah pandemi Covid-19. Seperti yang dilakukan dokter Aulia Giffarinnisa. Panasnya baju dan perlengkapan APD yang membekap tubuhnya dan puasa yang dijalani saat bertugas, tidak membuatnya mundur.
Dokter perempuan ini akrab disapa Farin. Awalnya, dia tidak diizinkan oleh keluarganya. Pasalnya, korban jiwa dan kasus positif terus bertambah sejak kasus pertama diumumkan pemerintah pada awal Maret 2020 lalu.
Berperang dengan virus yang begitu cepat berpindah dan menginfeksi banyak orang, membuat keluarga Farin ragu dengan keputusan yang diambilnya.
“Saya tidak menyerah dengan keinginan saya untuk mengabdikan diri. Saya terus meyakinkan orang tua dan keluarga. Akhirnya izin dari orangtua saya keluar pada Agustus lalu. Mulai September saya bertugas di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet,” kata Farin dalam Dialog di Media Center KPCPEN, Jakarta, Sabtu (5/12).
BACA JUGA: Dimas Ramadhan Dikado Ponsel Puluhan Juta saat Ultah, Raffi Ahmad Beri Nasihat
Selama bertugas, banyak suka duka yang dihadapinya. Apalagi pada September lalu, tempat tidur di komplek Wisma Atlet hampir penuh. “Awalnya takut. Namun akhirnya cepat beradaptasi. Sistem kerja shift 8 jam. Tetapi karena memakai APD, maka harus bersiap satu jam sebelumnya. Selama bertugas juga tidak boleh membuka APD. Jadi tidak boleh buang air dan terpaksa puasa,” paparnya.Meski termasuk dokter muda, Farin merasa aman dan nyaman selama melayani pasien. Dia tidak merasa berjarak dengan tenaga medis lainnya. “Di sini semuanya satu misi untuk menangani COVID-19. Jadi semuanya disiplin. Beda dengan di luar. Masih ada yang cuek dengan protokol kesehatan,” tuturnya.
Dalam dinamika bertugas, lanjutnya, pasti ada sejumlah tantangan. Utamanya para pasien yang dirawatnya. Apalagi Farin bertugas untuk menangani pasien yang masuk kategori bergejala berat.
“Agak tertekan ketika menghadapi pasien yang ngeyel karena tidak nyaman dalam perawatan. Kadang mereka sering melepas selang oksigen. Padahal mereka sangat perlu. Tetapi mereka merasa tidak nyaman,” ucap dokter muda yang pernah bertugas di Sulawesi Selatan ini.
Jika menemukan pasien seperti itu, Farin akan melakukan pendekatan secara psikologis. Dia berusaha memahami para pasien banyak tertekan karena tidak ditemani oleh keluarga.
“Mereka hanya didampingi dokter dan tenaga kesehatan. Salah satu pengalaman tidak terlupakan menyaksikan bagaimana proses pasien yang satu bulan dirawat dengan gejala parah sekali. Hingga akhirnya bisa sembuh dan dinyatakan negatif. Akhirnya diizinkan pulang,” kenangnya.
Farin berpesan agar masyarakat menyadari pentingnya menjaga diri agar tidak terinfeksi Covid-10. “Kontribusi minimal yang dapat dilakukan adalah mencegah penularan dari diri sendiri dan orang di sekitar. Laksanakan protokol kesehatan 3M (Memakai Masker, Mencuci Tangan, Menjaga Jarak). Ini sangat penting untuk mencegah terjadinya penularan,” pungkasnya. (rh/fin)