News . 27/11/2020, 11:34 WIB
JAKARTA – Dua tersangka kasus dugaan suap perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 menyerahkan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Usai diperiksa keduanya langsung ditahan.
Dua tersangka itu adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) yang juga mantan Caleg PDIP dalam Pemilu 2019 Andreau Pribadi Misata (APM) dan swasta/Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Amiril Mukminin (AM).
"Siang ini sekira pukul 12.00 WIB, kedua tersangka APM dan AM secara kooperatif telah menyerahkan diri dan menghadap penyidik KPK," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (26/11).
“Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan tersangka AM dan APM selama 20 hari,” ujar lanjut Deputi Penindakan KPK Karyoto.
Penyidik menahan keduanya di Rutan KPK cabang Gedung Merah Putih terhitung sejak 26 November hingga 15 Desember 2020.
“Sebagai protokol kesehatan untuk pencegahan Covid-19, maka tahanan akan terlebih dulu dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari di Rutan Cabang KPK pada Gedung ACLC KPK di Kavling C1,” kata Karyoto.
Kasus yang membelit Edhy, bermula ketika Menteri KKP itu menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster pada 14 Mei 2020.
Edhy menunjuk Andreau menjadi Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence). Tim tersebut bertugas memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan calon eksportir benur.
“Atas kegiatan ekspor benih lobster tersebut, PT DPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp731.573.564,” ucap Karyoto.
Selanjutnya, PT DPP atas arahan Edhy melalui Tim Uji Tuntas (Due Diligence) memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster atau benur dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT ACK.
Kemudian pada 5 November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening ABT ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Faqih sebesar Rp3,4 miliar. Uang tersebut diperuntukkan bagi keperluan Edhy beserta istrinya Iis Rosita Dewi, Safri, dan Andreau.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima uang sebesar USD100 ribu dari Suharjito melalui Safri dan Amiril. Safri dan Andreau juga menerima uang sebesar Rp436 juta dari Ainul sekitar Agustus 2020 lalu.
Atas perbuatannya, Andreau dan Amiril disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Penangkapan KPK atas Edhy Prabowo dan pengungkapan kasus korupsinya diapresiasi Indonesia Corruption Watch (ICW). Namun, ICW juga menyoroti gagalnya KPK dalam menangkap buronan Harun Masiku.
“Dalam konteks ini ICW pun mempertanyakan kenapa aktor selevel menteri dapat ditangkap KPK, sedangkan Harun Masiku tidak?” ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com