News . 17/11/2020, 08:33 WIB
JAKARTA – Pro kontra RUU Ketahanan Keluarga masih terus bergulir. Fraksi pengusung menilai aturan ini bisa memperkuat peran keluarga dalam bernegara. Sedangkan yang kontra, beranggapan jika UU ini belum genting untuk dibahas.
Di pengusung misalnya, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Netty Prasetiyani menyatakan bahwa RUU Ketahanan Keluarga diperlukan untuk memperkuat peran keluarga dalam mendukung kemajuan bangsa dan negara.
“Banyak sekali harapan dan tugas yang diberikan kepada keluarga. Kita ingin negara hadir untuk memperkuat keluarga di Indonesia untuk mampu menjalankan perannya. Jika kita ingin memperkuat bangsa ini, tentu kita pun harus memperkuat institusi keluarga,” kata Nety, Senin (16/11).
Menurutnya, keluarga sebagai institusi terkecil dalam masyarakat telah sejak lama menjadi ujung tombak bagi negara untuk menjalankan setiap program yang ada.
Untuk isu-isu tersebut, negara mengandalkan keluarga. Dalam konteks ini, maka negara seharusnya memberikan dukungan, penguatan, pengokohan agar keluarga memiliki ketahanan dalam menghadapi beragam situasi.
Selain itu, lanjut Netty, RUU Ketahanan Keluarga diperlukan karena program pembangunan yang ada saat ini masih belum komprehensif, khususnya dalam melibatkan institusi keluarga.
Ia pun menepis sejumlah isu miring yang beredar di masyarakat terhadap RUU ini, seperti kekhawatiran akan melakukan homogenisasi keluarga di Indonesia.
Sementara itu, Anggota Baleg DPR RI Nurul Arifin menilai RUU Ketahanan Keluarga belum urgen karena sudah ada beberapa UU yang mengatur terkait ketahanan keluarga.
"Kami melihat RUU Ketahanan Keluarga ini belum urgen dan belum perlu karena melihat banyak UU yang bisa mewakili terkait ketahanan keluarnya misalnya UU nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera," kata Nurul.
Selain itu, ia juga menyebut dalam UU nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan UU nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur tentang peran keluarga.
Nurul juga menyoroti terkait Pasal 27 huruf 3 dalam RUU Ketahanan Keluarga yang mengatur hak cuti dan hak tunjangan pekerja padahal dalam Pasal 82 UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah diatur yaitu memperbolehkan pekerja perempuan memperoleh istirahat 1,5 bulan sebelum dan setelah melahirkan.
"Sebaiknya kita berpikir ulang, karena masyarakat Indonesia heterogen, tidak mungkin dapat diseragamkan. Saya melihat RUU ini terlalu ribet dan banyak sekali mengurus hal-hal yang seharusnya tidak perlu diurus (negara)," tandasnya. (khf/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com