Pengadilan Harus Jelaskan Kejanggalan Penundaan Gugatan Nasabah Wana Artha

fin.co.id - 02/11/2020, 18:48 WIB

Pengadilan Harus Jelaskan Kejanggalan Penundaan Gugatan Nasabah Wana Artha

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Nasabah Wana Artha Life terus mencari keadilan setelah rekening efek Wana Artha Life dibekukan. Mereka mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun hal itu tak diterima alias ditolak karena proses hukum sudah berjalan.

Padahal, pengajuan praperadilan sudah didaftarkan sejak April 2020 namun baru diputuskan pada Juni 2020. Kini, mereka mengajukan upaya class action pada bulan Juli, dan baru disidangkan belakangan ini.

Terkait hal ini, pakar hukum Pidana Mudzakir menilai, ada kejanggalan yang harus diungkap. Artinya, pihak Pengadilan harus menjelaskan soal pengunduran peradilan yang terjadi berbulan-bulan ini.

“Jika alasannya tidak kuat, pengunduran selama tiga bulan tersebut tidak lazim dan ada keanehan atau tidak wajar,”tuturnya, Senin (2/11).

Mudzakir menegaskan, para nasabah boleh ajukan praperadilan selaku pihak ketiga yang memiliki kepentingan terhadap tindakan dari jaksa yang menyita aset nasabah. Sebab, lanjutnya, nasabah itu bukan sebagai pelaku tindak pidana, dan aset itu bukan berasal dari tindak pidana.

Sementara itu, Komisi Yudisial (KY) menanggapi terkait kejanggalan ini, dan mempersilakan nasabah untuk melaporkannya. Komisioner KY, Maradaman Harahap mengatakan, pihaknya persilakan para nasabah melaporkan kejanggalan dan juga dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim.

Ia pun mengakui, sempat menerima laporan dari nasabah Wana Artha Life yang datang melapor. Namun pelaporan itu terkait perlindungan hukum kepada para pemegang polis. “Laporan pemegang polis itu bukan soal praperadilan,” katanya.

Pertanyakan sejumlah kejanggalan

Seperti diketahui, Kejaksaan membekukan Rekening Efek Wana Artha dengan tudingan terkait kasus Jiwasraya dengan pelaku Benny Tjokro. Namun para nasabah lain merasa sangat dirugikan karena tidak ada keterkaitan apapun dengan Benny Tjokro.

Terpisah, salah satu nasabah Wana Artha Wahjudi mengatakan, sampai kapan pun dia dan nasabah lainnya akan terus berusaha agar rekening miliknya bisa digunakan kembali.

“Kami dari pemegang polis (PP) juga akan mengajukan keberatan melalui class action yang sudah diajukan gugatannya, sekaligus juga kami mengajukan surat keberatan. Kami PP juga masih bahas untuk mengajukan melalui kelompok di PP ini maupun pribadi. Ini sedang kami bicarakan mekanismenya itu seperti apa,"ungkapnya.

Ia mengaku heran dengan sidang di PN Jakarta Selatan yang berlarut-larut. “Itu yang kami sangat menyesalkan kenapa untuk sidang seperti itu mesti berbulan-bulan nunggu. Sedangkan (persidangan) Jiwasraya bisa cepat 120 hari sudah selesai. Jadi ini ada konspirasi apa? kami orang awam tidak tau. Tapi patut diduga kuat itu ada konspirasi," ucapnya.

Ia juga menduga class action ini tidak disukai oleh Kejaksaan Agung, OJK, dan 13 Manajer Investasi.Wahjudi mengatakan, seharusnya penegak hukum mencermati apakah tindak yang dilakukan yakni pembekuan oleh negara itu adalah tindakan yang bijak.

“Apa tindakan itu yang sesuai dengan KUHP /KUHAP, sesuai dengan fakta persidangan atau tidak atau itu semuanya disingkirkan dan yang berlaku adalah undang-undangnya Ki Dalang (dalang yang mengatur ini). saya tidak tahu ki dalang itu siapa. Ini yang ngatur sesgala sesuatunya.

Satu hal yang aneh kenapa pemeriksaan BPK hanya 10 tahun tidak 15 tahun. Kenapa tidak mulai dari 2003. Ini mesti dipertanyakan. Tapi nanyakan ke siapa rumput yang bergoyang?” tanyanya.Ia menjelaskan, sidang ketiga kasus class action digelar pada 30 November2020. Namun ia memprediksi sidang ke empat tahun 2021.

Admin
Penulis