JAKARTA - Penagakan hukum tidak hanya selalu bersemangat untuk mempenjarakan para pelaku tindak pidana, khususnya tindak pidana ringan. Buktinya lebih dari 100 kasus pidana ringan di seluruh wilayah kerja kejaksaan di Indonesia yang telah diselesaikan secara restoratif atau mengedepankan perdamaian.
Hal ini diungkapkan Jaksa Agung ST Burhanuddin, Sabtu (17/10) malam. Menurutnya beetujuan agar penanganan perkara tindak pidana dapat lebih mengedepankan keadilan restoratif atau damai, terutama berkaitan dengan kasus-kasus relatif ringan dan beraspek kemanusiaan.
"Seperti pencurian yang nilai kerugiannya minim, tindak pidana yang bersifat sepele," katanya.
Dia menjelaskan tindak pidana yang diselesaikan secara restoratif atau mengedepankan perdamaian bukan tanpa dasar. Hal tersebut, kata Burhanuddin, tertuang dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yang ditandatanganinya pada 21 Juli lalu. "telah menyelesaikan 100 lebih kasus pidana ringan di seluruh kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri di Tanah Air," jelasnya.
Dalam ketentuan umum Pasal 1 ayat 1 Peraturan Kejaksaan (Perja) Nomor 15/2020 dijelaskan bahwa keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak yang terkait untuk secara bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
Tindak pidana yang diselesaikan secara restoratif atau mengedepankan perdamaian juga pernah disampaikan Burhanuddin saat menjadi "keynote speaker" webinar bertema "Penegakan Hukum yang Berkualitas dan Berkeadilan Melalui RUU Kejaksaan" yang diselenggarakan Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) Wilayah Sulawesi Selatan bekerja sama dengan Pusat Kajian Kejaksaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar Sulawesi Selatan, Rabu (14/10) lalu.
Lebih lanjut, pada Pasal 5 disebutkan bahwa ada beberapa syarat dihentikannya penuntutan perkara tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif.
Yakni, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan hanya diancam dengan pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun, dan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tidak lebih dari dua juta lima ratus ribu rupiah.(rls/fin)