Demokrat: Pengesahan RUU Ciptaker Mematikan Kepercayaan Masyarakat ke DPR RI

fin.co.id - 06/10/2020, 10:43 WIB

Demokrat: Pengesahan RUU Ciptaker Mematikan Kepercayaan Masyarakat ke DPR RI

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA-  Langkah Dewan Perawakilan Rakyat DPR RI yang mempercepat pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang (UU), dipertanyakan Politikus Partai Demokrat, Syarief Hasan.

Sedianya, rapat pengesahan UU Ciptaker ini akan berlangsung pada Kamis, 8 Oktober 2020. Namun dimajukan lebih cepat pada Senin (5/10) soreh.

Syarief Hasan menilai, langkah mempercepat rapat paripurna tersebut dapat menjadi preseden buruk bagi lembaga legislatif yang berkantor di Senayan tersebut.

Apalagi, kata dia, langkah itu muncul setelah marak pemberitaan akan dilakukannya demonstrasi penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja oleh kalangan mahasiswa, buruh, dan elemen masyarakat lainnya.

"Langkah mempercepat rapat paripurna mengindikasikan tidak didengarnya aspirasi rakyat kecil terkait RUU Cipta Kerja. Langkah ini akan semakin menurunkan, bahkan mematikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga DPR RI," ujar Syarief kepada wartawan, seperti dikutip ANTARA, Selasa (6/10).

Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini menyatakan, bahwa pelaksanaan rapat paripurna tidak seharusnya dipercepat.

"Kami dari Fraksi Partai Demokrat menyatakan menolak langkah mempercepat Rapat Paripurna DPR RI dengan alasan yang tidak dapat diterima dan terkesan mengada-ada," tegas dia.

Syarief juga menyatakan dengan tegas penolakannya terhadap RUU Cipta Kerja karena sangat merugikan masyarakat dan tidak berpihak kepada kaum buruh dan masyarakat kecil.

"Hilangnya sanksi pidana bagi perusahaan nakal, semakin kecilnya UMR, dan tidak adanya jaminan uang pesangon menjadi alasan kami menolak dengan tegas RUU ini," ungkap Wakil Ketua MPR RI.

Selain itu, kata dia, RUU Cipta Kerja hanya akan menimbulkan masalah baru di tengah pandemi COVID-19.

"RUU ini hanya akan menyebabkan karyawan kontrak susah diangkat menjadi karyawan tetap, penggunaan tenaga kerja asing (TKA) akan semakin besar, PHK akan semakin dipermudah, serta hilangnya jaminan sosial bagi buruh, khususnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun," tegas Syarief. (dal/fin)

Admin
Penulis