News . 30/09/2020, 01:33 WIB
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mendorong banyaknya penelitian dan pengkajian mengenai gempa bumi dan tsunami. Hal ini demi meningkatkan dan memperkuat mitigasi dalam upaya meminimalkan korban jiwa dan kerusakan akibat bencana.
"Kajian perlu selalu didorong dengan tujuan bukan untuk menimbulkan kecemasan dan kepanikan masyarakat, namun untuk mendukung penguatan sistem mitigasi bencana," katanya dalam siaran persnya, Selasa (29/9).
Dijelaskannya, para peneliti sejak beberapa tahun lalu sudah membuat kajian mengenai potensi tsunami, termasuk potensi tsunami akibat gempa bumi megathrust di Pantai Selatan Jawa yang tingginya dapat mencapai 20 meter dan gelombangnya bisa tiba di pantai dalam waktu 20 menit.
Dikatakannya, wilayah Indonesia rawan mengalami gempa dan tsunami dengan tinggi gelombang bervariasi berpotensi terjadi di kawasan pantai yang menghadap Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan pantai yang berdekatan dengan patahan aktif yang berada di laut (busur belakang) ataupun membentang sampai ke laut.
Karenanya, mitigasi bencana sangat penting jika dibandingkan dengan membangun sistem peringatan dini. Karenanya masyarakat harus terus diberikan eduksi terkait mitigasi bencana.
Masyarakat harus diberikan edukasi agar mampu melakukan perlindungan dan penyelamatan diri terhadap bencana gempa bumi dan tsunami. Selain itu juga tentunya merespon peringatan dini secara cepat dan tepat.
"Salah satu cara yang dapat dilakukan melalui media massa secara tepat, untuk meningkatkan kewaspadaan tanpa menimbulkan kepanikan," katanya.
Selain itu, kesiapan pemerintah daerah juga sangat penting dalam menyediakan sarana dan prasarana evakuasi, peta rawan bahaya gempa bumi dan tsunami, jalur dan tempat evakuasi serta melaksanakan gladi evakuasi secara rutin.
Tak kalah penting, pemerintah juga perlu menerapkan standar bangunan tahan gempa bumi dan tsunami terutama untuk bangunan publik dan bangunan vital, melaksanakan audit bangunan yang diikuti dengan upaya memperkuat konstruksi bangunan agar benar-benar tahan terhadap gempa dan tsunami.
"Langkah-langkah penyiapan strategi mitigasi yang sesuai dengan kearifan lokal saat ini harus benar-benar dilakukan, diuji dan ditingkatkan," terangnya.
Pada keempatan Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto menegaskan gempa dan tsunami raksasa dipastikan terjadi berulang di jalur-jalur tunjaman lempeng.
"Gempa dan tsunami raksasa dari jalur-jalur tunjaman lempeng dipastikan terjadi berulang. Jalur-jalur ini akan tetap menghasilkan gempa dan tsunami raksasa di masa datang. Tiap-tiap jalur memiliki waktu perulangan ratusan hingga ribuan tahun," katanya.
Dijelaskannya, Tim Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI meneliti tsunami purba sejak 2006 di pantai Lebak (Banten), Pangandaran (Jawa Barat), Cilacap serta Kutoarjo (Jawa Tengah), Kulonprogo (Yogyakarta) dan Pacitan (Jawa Timur). Endapan tsunami berumur 300 tahun ditemukan di sepanjang pantai itu.
Untuk di Pangandaran, tsunami itu menghancurkan mangrove. Sedangkan penelitian di lokasi bandara baru Kulonprogo menemukan pasir yang kaya akan jasad renik penghuni laut dalam, foraminifera dan radiolaria.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com