News . 22/09/2020, 08:34 WIB
JAKARTA - Komisi X DPR RI meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terbuka terkait penyusunan kurikulum baru untuk 2021. Hal itu menyusul wacana dihapusnya mata pelajaran (mapel) Sejarah di kurikulum yang baru.
"Jangan menunggu ada kehebohan dulu, baru kita terbuka, semua mekanisme pembuatan kebijakan harus dipenuhi, tidak hanya pendekatan atas-bawah (top-down), namun juga mekanisme politik, teknokratif, partisipasif, dan pendekatan bawah-atas (bottom-up)," kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih di Jakarta, Senin (21/9).
Fikri juga meminta, agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim memastikan untuk melibatkan pemangku kepentingan pendidikan. Menurutnya, hal itu bisa dimulai dengan mengomunikasikannya kepada komisi X DPR RI.
Fikri menduga, penyusunan kurikulum ini sebagai bagian dari kurikulum adaptif menghadapi pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung dari lebih dari 1 semester.
"Kalau toh ada kurikulum penyesuaian karena pandemi, maka jangan mengulang seperti isu mapel Agama yang hilang dan bikin gaduh," imbuhnya.
"Dengan belajar sejarah bangsa kita belajar semangat patriotisme untuk menghadapi masalah dan tekanan dari para penjajah, melalui tampilnya pahlawan yg tercatat dalam sejarahdan meningkatkan kualitas intelektual dan karakter nya melalui telaah sejarah bangsa ini." tuturnya.
Sikap penolakan juga disampaikan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI). Pihaknya menganggap, langkah tersebut membuat resah dan menimbulkan kekhawatiran banyak pihak.
"Jangan sampai generasi penerus melupakan jati diri dan identitas bangsanya. Pelajaran sejarah sangat penting bagi pembentukan peserta didik yang berkarakter baik sesuai jati diri bangsa sesuai Pancasila dan UUD 1945," demikian pernyataan PB PGRI.
Menurut PGRI, pendidikan harus dimaknai dalam pengertian yang lebih luas, yakni pendidikan yang memanusiakan manusia. Pendidikan yang mengedepankan penanaman watak yang baik, budi pekerti sesuai jati diri bangsa, dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, berkebhinekaan global, berakar pada sejarah dan budaya bangsa.
Karena itulah, PGRI menyatakan, bahwa arah dan tujuan bangsa ini ke depan, tidak bisa dilepaskan dari sejarah perjuangan dan cita-cita pembentukan bangsa ini. Atas dasar hal itulah, anak bangsa harus memahami sejarah bangsa sebagai identitas nasional, termasuk keluhuran budaya dan peradaban bangsa ini yang telah terbangun selama ribuan tahun.
"PB PGRI meminta kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengkaji secara cermat penyederhanaan kurikulum 2013 dengan melibatkan para ahli dan mendengarkan aspirasi berbagai pemangku kepentingan pendidikan," imbuhnya.
"Saya ingin mengklarifikasi beberapa hal, karena saya terkejut betapa cepat informasi tidak benar menyebar mengenai isu mata pelajaran sejarah. Saya ingin mengucapkan sekali lagi bahwa tidak ada sama sekali kebijakan atau regulasi atau perencanaan penghapusan sejarah di kurikulum nasional," ujar Nadiem dalam klarifikasinya melalui Youtube resmi Kemendikbud RI, Ahad (20/9).
Nadiem menjelaskan, bahwa awal isu ini muncul setelah beredarnya presentasi internal tentang permutasi penyederhanaan kurikulum. "Memang banyak usulan versi penyederhanaan kurikulum yang sedang melalui FGD maupun uji publik, namun kesemua itu belum final," ujarnya.
"Jadi sekali lagi tidak ada kebijakan apapun yang akan keluar di 2021 dalam skala kurikulum nasional, apalagi penghapusan mata pelajaran sejarah," tegasnya.
Dapat diketahui, rencana penyederhanaan/perubahan kurikulum 2013 yang digulirkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang salah satu rumusannya di jenjang pendidikan SMA dan SMK akan menghapus pelajaran sejarah. (der/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com