JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) lebih ketat, mulai awal pekan ini. Petugaspun menyiapkan langkah isolasi dan tes COVID-19 paksa terhadap warganya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti di awal pandemi. Penerapan PSBB yang lebih ketat kali ini sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) No. 88 Tahun 2020 yang diterbitkan pada Minggu (13/9).
PSBB akan berlangsung selama dua pekan terhitung sejak 14 September.
“Peraturan Gubernur nomor 88 tahun 2020 ditetapkan hari ini 13 September, tentang perubahan peraturan gubernur nomor 33,” kata Anies di Balai Kota, Minggu (13/9).
Ditegaskannya penerapan PSBB di DKI kali kini diatur dalam 3 Pergub dengan tetap merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020.
“Perlu saya garis bawahi, bahwa pengelolaan PSBB di Jakarta ini diatur pada tiga Peraturan Gubernur. Pertama, Pergub nomor 33 tahun 2020 terkait PSBB. Kemudian, Pergub nomor 79 tahun 2020 dan Pergub nomor 88 tahun 2020,” bebernya.
Ditegaskan Anies, pada penerapan PSBB kali ini seluruh warga DKI Jakarta yang terkonfirmasi positif COVID-19 wajib menjalani isolasi di tempat yang ditunjuk Pemerintah Provinsi DKI.
Warga yang menolak diisolasi akan dijemput tim dari Dinas Kesehatan DKI, dan aparat penegak hukum.
“Bila ada (orang terkonfirmasi) kasus positif yang menolak diisolasi maka akan dilakukan penjemputan oleh petugas kesehatan bersama aparat penegak hukum,” tegasnya.
Tidak hanya itu, lanjut Anies, jika terlacak warga yang memiliki kontak erat dengan pasien positif COVID-19, maka wajib menerima tes dari Dinas Kesehatan.
“Mereka yang terlacak saat kami tracing wajib menerima kegiatan testing untuk menyelamatkan yang bersangkutan bila yang bersangkutan memiliki potensi positif. Dan dilarang menolak,” tegasnya.
Dijelaskannya, alasan adanya isolasi terkendali di masa PSBB kali ini karena penularan COVID-19 dari klaster keluarga meningkat cukup signifikan. Lagipula, imbuhnya, tidak semua warga DKI memahami prinsip isolasi mandiri.
“Tidak semua kita memiliki pengalaman menjaga agar kesehariannya tidak menularkan kepada orang lain,” ujarnya.
Sebelumnya Anies juga mengatakan PSBB kali ini bakal banyak membatasi kegiatan perkantoran. Sebab perkantoran juga kerap menjadi klaster penularan COVID-19.
“Yang paling banyak itu kan memang perkantoran, karena itu paling banyak akan mengatur di perkantoran,” jelasnya.
Lebih lanjut, Anies menyebut penularan virus corona di DKI Jakarta banyak terjadi di ruang-ruang privat dan semi privat.
Ia mencontohkan warga memerhatikan penggunaan masker ketika berkumpul diluar ruangan dan tempat terbuka atau transportasi umum.
Namun, ketika sampai ke kantor, dalam rapat, mereka menjadi lalai. Pertama, tidak memperhatikan jumlah orang dalam ruangan. Kedua, tak semua menggunakan masker.
“Karena itu kita perlu sama-sama mendisiplinkan antarkita sendiri supaya bisa mencegah penularan ini. Kalau yang di area umum masih mudah untuk ada penegakan tapi ketika masuk privat dan semi privat ya harus sama-sama menjaga,” tuturnya.
Meski demikian, Anies menyebut PSBB total bakal tetap melonggarkan operasional beberapa sektor. Sebab, sektor-sektor ini dianggap tidak menjadi klaster penyebaran virus corona.
“Ada sektor-sektor yang masih bisa beroperasi dengan kapasitas terbatas, karena terbukti di sektor itu tidak ada kegiatan-kegiatan yang menjadi klaster khusus,” lanjutnya.
Meski demikian, Anies menegaskan PSBB total akan tetap mengetatkan semua kegiatan mobilitas warga. Semua sektor kegiatan menurutnya akan tetap dikenai kebijakan pengetatan.
“Jadi saya garisbawahi, bukan pelarangan tapi ini adalah pengetatan, pembatasan. Jadi artinya tetap berkegiatan tapi ada batas-batasnya yang lebih ketat untuk memotong mata rantai,” ungkapnya.
Sementara Peneliti dari Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Rusli Cahyadi menilai PSBB Jakarta harus diikuti wilayah penyanggah, yaitu Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek).
“Respons serupa kita harapkan dari pemerintah wilayah Bodetabek,” katanya.
Dikatakannya, penerapan PSBB di Jakarta merupakan langkah tepat. Dan menurutnya harus diterapkan dengan lebih ketat dan sungguh-sungguh.
“Saya setuju. Akan tetapi, kebijakan ini harus diambil dan dijalankan secara sungguh-sungguh oleh semua pihak,” katanya.
Ditegaskannya, penegakan aturan juga harus dijalankan dengan lebih tegas dan lebih ketat lagi.
“Denda dan hukuman yang bersifat progresif harus diberlakukan,” tegasnya.
Menurut Rusli, sistem database pelanggar PSBB yang akan dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi DKI harusnya sudah bisa diaplikasikan dan menjadi dasar bagi penegakan aturan.
Jika keterlibatan masyarakat dengan patuh pada protokol, terutama tetap di rumah, dan bisa ditingkatkan, apalagi lebih baik dari PSBB pertama, dia berharap akan ada penurunan kasus COVID-19 yang signifikan.
“Mencoba menyeimbangkan antara ekonomi dan kesehatan sudah terbukti gagal. Saatnya menerapkan PSBB dengan ketat dan mengedepankan soal kesehatan,” ujarnya.
Diketahui angka rataan kasus positif (positivity rate) COVID-19 di Jakarta adalah 13,2 persen atau di atas ketentuan aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di bawah angka 5 persen.
Data Satgas penanganan COVID-19, hingga Minggu (13/9) kasus yang positif terkonfirmasi COVID-19 bertambah 3.636 kasus. Total tercatat 218.382 kasus positif, 155.010 sembuh, dan 8.723 meninggal.
Sedangkan DKI Jakarta menjadi wilayah yang paling banyak kasus penambahan dengan 1.380 kasus baru.(gw/fin)