News . 14/09/2020, 12:00 WIB

Industri Mebel dan Kerajinan Nasional Terpukul Regulasi Pemerintah Hulu dan Hilir

Penulis : Admin
Editor : Admin

JAKARTA - Potensi ekspor industri mebel dan kerajinan nasional tumbuh hingga US$ 5 miliar dalam kurun waktu lima tahun mendatang sangat besar, sepanjang pemerintah tidak menghambat pelaku industri mendapatkan bahan baku kayu legal yang kompetitif. Kalangan pelaku industri mebel meminta dihilangkannya sejumlah regulasi ekspor yang akan menekan kinerja untuk mendapatkan nilai tambah yang maksimal.

Gugatan serius itu mengemuka dalam forum dialog pelaku mebel dan kerajinan dengan Wakil Ketua DPR-RI Korinbang Rachmat Gobel, akhir pekan lalu di Jepara, Jawa Tengah. Dalam kesempatan ini hadir pula anggota DPR-RI Komisi XI  Hasbi Anshory.

Menurut Sekjen DPP HIMKI Abdul Sobur, gugatan ini serius karena dalam jangka panjang ancaman kekurangan bahan baku dari dalam negeri kian nyata. Berdasarkan informasi, Kementerian Perdagangan telah menyusun Permendag yang terkait ketentuan ekspor bahan baku kayu (log) dan posisinya sudah di Kementerian Hukum dan HAM.

Draft terakhir Permendag tersebut menyepakati untuk perluasan penampang khusus untuk kayu merbau dan meranti (merah, kuning  dan putih). Perluasan itu naik dari 10.000 mm menjadi 15.000 mm yang akan berlaku hingga Desember 2021 yang akan dievaluasi kembali.

Jika disetujui, Permendag tersebut berbahaya, berpotensi merusak hutan alam dan lestari, mematikan industri mebel dan kerajinan karena kehilangan bahan baku, ketergantungan impor, dan pengurasan devisa untuk impor bahan baku kayu. Kalau ini didiamkan, Indonesia akan kehilangan salah satu primadona ekspor dan kematian jutaan orang mulai dari pelaku hingga pekerja di sektor kayu dari hulu hingga hilir.

"Saya dan kawan-kawan di HIMKI melihat ini miris. Maaf.! menginggat negeri ini kuat karena industri berbasis kayu, dan pemimpin negara ini pun datang dari kegiatan usaha kayu. Saya sedih dan sayang jika peluang kita bisa memberi kontribusi besar untuk pundi-pundi ekonomi negara menjai tidak maksimal akibat regulasi para menteri terkait. Padahal instruksikan Presiden jelas agar mempermudah ekspor dan menjaga kelangsungan industri," kata Sobur dalam pesan tertulisnya, Senin (14/9).

Sementara itu, Ketua DPD HIMKI Jepara Raya Maskur Zaenuri mengatakan, kalangan pelaku industri melihat upaya itu kini kian nyata, meski belum ada ekspor bahan baku. Mereka terus berupaya, terutama mayoritas asosiasi pelaku di hulu di industri kayu, agar bisa membuka ekspor khususnya perluasan penampang.

"Kami akan berjuang dan terus bersuara agar ekspor bahan baku tidak dibuka. Jika kebijakan perluasan penampang disetujui industri nasional kehilangan nilai tambah. Bahan baku habis, devisa dari industri hilang, dan banyak korban jatuh miskin ekstrem karena kehilangan pekerjaan, ujar Maskur yang juga pemilik CV Aulia Jati Indofurni," ucap Maskur.

Saat ini, kebutuhan bahan baku di Jepara berkisar 3.000-3.500 meter kubik per bulan, yang di antaranya terdiri dari mahoni dan jati. Para pelaku berharap pemerintah konsisten dan serius  mendukung primadona ekspor dengan cara mengkaji ulang untuk tidak membuka ekspor bahan baku secara membabi-buta.

Selain itu, persoalan SVLK hingga kini juga tidak kunjung selesai. Pemerintah khususnya departemen terkait tetap ngotot meminta SVLK dari hulu-hilir dengan alasan menjaga hutan lestari. Padahal para pelaku di hilir jelas membeli bahan baku dengan dokumen legal yang berarti bahan baku itu telah tersertifikasi sejak dari hulu.

Dengan demikian tidak perlu lagi SVLK di hilir karena regulasi ini membuat para pelaku mejadi tidak kompetitif, karena menimbulkan konsekuensi biaya tinggi. Padahal setiap pengurusan SVLK dan berbagai dokumen ekspor lainnya tidak sederhana dan harus membeli.

Selain itu, kata pemilik CV Mandiri Abadi, Jepara, Nyatnyono, pemerintah bisa memberi insetif fiskal dalam bentuk penurunan PPh dan PPN, sehingga produk mebel Indonesia kompetitif. Pemerintah bisa memberi keringanan penurunan PPh dan PPN hingga maksimal agar tidak menyulitkan pelaku industri mebel dan kerajinan skala UKM melakukan peremajaan mesin dan teknologi.

Olehnya itu, produk yang dihasilkan biayanya lebih efisien, presisi, dan prima. Produk mebel kita lebih kompetitif terhadap pesaing sehingga dalam jangka panjang meningkatkan volume order, tegas Nyatnyono.

Terus Memonitor

Menanggapi gugatan itu, Rachmat Gobel mengatakan, akan menghimpun seluruh masukan untuk didiskusikan dengan menteri dan pihak terkait sesegera mungkin, agar masalah bisa dieliminir. Dengan demikian regulasi  yang menghambat bisa direvisi lebih sederhana dan melindungi pelaku industri.

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com