DPR Baru Selesaikan 7 RUU Menjadi UU

fin.co.id - 02/09/2020, 11:00 WIB

DPR Baru Selesaikan 7 RUU Menjadi UU

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - DPR RI menyebut baru menyelesaikan tujuh Rancangan Undang-Undang (RUU) menjadi Undang-Undang (UU). Total ada 248 RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024. Masih ada 37 RUU yang harus dikebut hingga akhir tahun.

Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, pandemi COVID-19 membuat DPR RI harus menyesuaikan lagi target pencapaian dalam menjalankan fungsi legislasi. "Perkembangan atas fungsi legislasi tersebut adalah sebagai berikut, 6 RUU telah selesai pembahasan dan telah disahkan menjadi UU," kata Puan di Jakarta, Selasa (1/9).

Terakhir, DPR mengesahkan RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi UU. Sehingga total UU yang disahkan DPR menjadi 7 Undang-Undang.

BACA JUGA:  Sinopsis Eagle Eye, Kisah Suara Misterius yang Mengganggu Shia LaBeouf

Kinerja DPR tersebut, lanjut Puan, bukan andil DPR sendiri. Melainkan pemerintah juga memerankan andil dalam kinerja pembahasan RUU. “Oleh karena itu, kinerja fungsi legislasi, merupakan kerja bersama DPR RI dan Presiden," terang Puan.

Selain itu, paradigma yang harus dikembangkan dalam mengukur kinerja fungsi legislasi DPR RI, adalah pada kualitas produk legislasi. Produk legislasi yang berkualitas, jelas Puan, selain dapat memenuhi kebutuhan hukum nasional dan kepastian hukum, juga dapat meningkatkan kemajuan dan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kinerja DPR RI pada masa sidang 2019-2020, juga diisi dengan perjuangan memenuhi aspirasi rakyat di masa pandemi COVID-19. Sehingga, DPR RI terus melaksanakan kinerja pengawasan, legislasi, dan anggaran. Tujuannya, guna memastikan kebijakan pemerintah berjalan untuk membantu rakyat yang mengalami kesulitan akibat dampak pandemi.

BACA JUGA:  Siap-siap, Denny Siregar dan Muannas akan Seret Haikal Hasan soal Kasus Kebocoran Data

“Kami sangat memperhatikan penanganan pandemi COVID-19. DPR terus mengawasi kebijakan pemerintah supaya terlaksana dengan jelas, konsisten, dan tegas, agar penanganan COVID-19 menjadi lebih efektif dan efisien,” terangnya.

Pengesahan UU MK ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Sebelum mengetuk palu, Dasco sempat menanyakan kepada anggota Sidang Paripurna IV DPR RI Masa Persidangan I Tahun Sidang 2020-2021, apakah RUU MK dapat disetujui menjadi UU.

"Apakah pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan terhadap RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang?" tanya Dasco.

BACA JUGA:  Usai Diperiksa Sebagai Tersangka, Eks Kepala BPN Bunuh Diri, Ini Jenis Pistolnya

Semua menjawab: Sepakat. Selanjutnya, palu sidang pun diketuk. Kemudian, Dasco mempersilakan Menkumham Yasonna Laoly menyampaikan pendapat akhir Presiden Joko Widodo terhadap UU MK yang baru disahkan.

Yasonna, mengucapkan terima kasih kepada pimpinan dan anggota DPR RI atas disahkannya UU MK yang baru. Yasonna mengatakan Presiden Jokowi sangat mengharapkan agar RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dapat disetujui bersama dalam Rapat Paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi UU.

"Sehingga menjadi landasan yuridis mengenai syarat untuk menjadi Hakim Konstitusi, pengangkatan dan pemberhentian Hakim Konstitusi yang lebih baik secara proporsional dan tetap konstitusional," kata Yasonna.

BACA JUGA:  Ferdinand Hutahaean Sindir Jubir Presiden: Jangan Pakai Opini Pribadi

Menurutnya, Presiden Jokowi menyebut MK sebagai salah satu pemegang kekuasaan kehakiman perlu dijaga kemerdekaannya berdasarkan pasal 24 ayat 1 UUD 1945. Jokowi juga berpandangan kemerdekaan kekuasaan kehakiman merupakan salah satu pilar utama terselenggara Negara Hukum, sebagaimana diamanatkan pada pasal 1 ayat 3 UUD 1945.

"Namun demikian, kekuasaan kehakiman juga perlu diatur guna mencegah terjadinya tirani yudikatif dalam suatu sistem penyelenggaraan pemerintah yang demokrat," terang Yasonna.

Karena itu, pengaturan mengenai jaminan kemerdekaan kekuasaan kehakiman di Indonesia, khususnya dalam konteks MK sebagai penafsir tunggal dan penjaga konstitusi mutlak diperlukan. Tujuannya agar peran tersebut dapat lebih optimal sesuai harapan para pencari keadilan. (khf/fin/rh)

Admin
Penulis