News . 01/09/2020, 11:35 WIB
JAKARTA - Pemerintah diminta menunda memberikan izin perpanjangan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Penundaan dapat dilakukan hingga proses judicial review UU Minerba di Mahkamah Konstitusi (MK) selesai.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto mengatakan, Pemerintah harus menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Tujuannya agar keputusan yang dibuat nanti tidak menimbulkan masalah.
"Proses di MK-nya sedang berjalan. Jadi lebih baik tunggu hasilnya. Ini tidak lama, sebentar lagi. Agar di mata publik, Pemerintah tidak terkesan tergesa-gesa dalam pemberian izin perpanjangan ini serta didikte pengusaha besar tambang," ujar Mulyanto di Jakarta, Senin (31/8).
Dia mengingatkan Pemerintah perlu berhati-hati memberikan izin perpanjangan PKP2B. Sebab, masalah ini menjadi sorotan publik. Sehingga untuk menghindari persoalan hukum yang lebih luas, Pemerintah sebaiknya menunggu hasil putusan MK hingga final dan mengikat. "Ini penting, agar kondisi tidak semakin gaduh secara politik. Langkah ini juga sesuai dengan prinsip kepastian hukum," imbuh Mulyanto.
Terkait pembahasan materi judicial review UU Minerba ini, PKS menolak pasal terkait dengan perpanjangan izin bagi PKP2B berdasarkan UU No. 3/2020 tentang Minerba.
PKS mengusulkan wilayah kerja pertambangan PKP2B, yang sudah habis masa izinnya, dikembalikan kepada negara. Kemudian dilelang dan diprioritaskan untuk BUMN.
Selain itu, proses perpanjangan izin PKP2B juga harus sesuai dengan persyaratan UU No. 3/2020 tentang Minerba. Dalam UU tersebut di atas, perpanjangan izin itu tidak otomatis diberikan Pemerintah. Tetapi harus melalui penilaian dan evaluasi atas kinerja perusahaan terkait aspek pengelolaan lingkungan tambang dan juga harus menyampaikan syarat-syarat lainnya.
Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Industri dan Pembangunan ini juga mendesak Pemerintah agar segera melakukan evaluasi perpanjangan Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) ini.
Evaluasi perlu ditekankan. Terutama terkait luas wilayah kewajiban reklamasi dan progres realisasi pembangunan smelter sebagai salah satu dasar dalam memberikan izin perpanjangan.
"Untuk diketahui UU No.3/2020 tentang Minerba saat pembahasan menjadi polemik di tengah masyarakat. Karena dianggap dikebut pembahasannya serta diduga disponsori oleh para pengusaha tambang PKP2B yang habis masa kontraknya," terangnya.
Setelah UU disahkan, respons publik yang semakin negatif mendorong dilakukannya proses judicial review. Beberapa tokoh masyarakat mulai dari mantan pejabat hingga gubernur secara resmi mengajukan judicial review UU ini ke MK pada Juli lalu. "Kini secara intensif MK melaksanakan pembahasan tersebut," jelas Mulyanto.
Terpisah, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI segera membentuk Panitia Kerja (Panja) harmonisasi RUU tentang Kejaksaan RI. Wakil Ketua Baleg DPR RI Muhammad Nurdin menyatakan salah satu agenda pokok pembahasan yaitu mendengarkan penjelasan dari pengusul. Yakni Komisi III DPR RI. Yaitu tentang RUU tentang Perubahan Kedua UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.
"Masa pengharmonisasian ini diharapkan dapat diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Untuk itu setiap fraksi diharapkan untuk dapat segera menyiapkan perwakilannya," ucap Nurdin di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/8).
Senada dengan Muhammad Nurdin, Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas juga meminta segera dibentuk Panja Harmonisasi RUU tentang Kejaksaan. Dikatakan, melalui Panja tersebut barulah akan dilakukan berbagai pendalaman materinya.
Pada kesempatan yang sama, Anggota Baleg DPR RI Muhammad Ali Taher Parasong menyatakan, salah satu kelemahan bangsa ini adalah terlalu berorientasi kepada persoalan kelembagaan hukum.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com