News . 22/08/2020, 12:00 WIB

Memudahkan Jerat Korupsi Korporasi

Penulis : Admin
Editor : Admin

JAKARTA - Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen AHU Kemenkumham) mencatat sedikitnya 8,3 persen perusahaan di Indonesia yang telah melaporkan pemilik manfaat atau beneficial owner (BO). Dari total 964.359 perusahaan yang terdaftar, baru 80.085 di antaranya yang melaporkan BO.

Pelaporan itu merupakan implementasi dari Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat atas Korporasi dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT). Aturan itu telah diterbitkan sejak dua tahun lalu dan mulai diberlakukan per 1 Maret 2019.

"Itu data BO per tanggal 20 Juni 2020," kata Direktur Perdata Ditjen AHU Kemenkumham Santun Maspari Siregar saat dikonfirmasi, Jumat (21/8).

BACA JUGA:  Lesti Umbar Kebiasaan Buruk Rizky Billar, Rossa dan Irfan Hakim Terkejut

Santun memaparkan, sejatinya sejumlah kriteria pemilik manfaat korporasi mudah dideteksi lantaran telah terlampir dalam akta atau anggaran dasar. Di antaranya mengenai kepemilikan saham, kepemilikan hak suara, dan penerimaan keuntungan yang masing-masing mencapai lebih dari 25 persen.

Hanya saja, menurut Santun, terdapat beberapa kriteria lain yang sulit terdeteksi. Seperti kepemilikan kewenangan mengangkat, menggantikan, atau memberhentikan anggota direksi dan dewan komisaris.

Selain itu, kriteria menerima manfaat dari perseroan terbatas, kepemilikan kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan perseroan terbatas tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun, serta pemilik sebenarnya dari dana atas kepemilikan saham perseroan terbatas.

BACA JUGA:  Sevilla vs Inter Milan, Nerazzurri Menantang Raja Liga Europa

Santun menyampaikan, pelaporan BO kini telah mengalami perbaikan. Hal ini setelah Ditjen AHU Kemenkumham menerapkan sanksi berupa penghentian seluruh proses pelayanan sebelum korporasi menjalankan pelaporan BO.

"Ini mendorong peningkatan pelaporan BO," katanya.

Untuk mendorong peningkatan pelaporan, Santun mengatakan pihaknya akan mengadakan jabatan fungsional baru yang melakukan pengawasan atas BO. Hal ini seiring dengan terbitnya dua regulasi turunan dari Perpres, yakni Permenkumham Nomor 15/2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dan Permenkumham No. 21/2019 tentang Tata Cara Pengawasan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi.

Perpres mengenai BO merupakan langkah progresif dalam perbaikan akuntabilitas tata kelola perusahaan di Indonesia. Bahkan, enam Kementerian yang terdiri dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham), Kementerian Keuangan (Kemkeu), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pertanian dan Kementerian Agraria telah menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) terkait Pemanfaatan Basis Data Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) dalam Rangka Pencegahan Tindak Pidana Bagi Korporasi pada 3 Juli 2019.

BACA JUGA:  Pendampingan Hukum Pinangki Munculkan Konflik Kepentingan

Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango mengakui kehadiran Perpres mengenai BO membantu kerja-kerja KPK dalam memberantas korupsi. Terutama dalam menangani kasus-kasus korupsi yang berkaitan dengan korporasi.

"Tentu saja jika dalam penanganan perkara-perkara korporasi yang dilakukan KPK tentu akan memanfaatkan Perpres ini," kata Nawawi.

Diketahui, hingga kini KPK telah menjerat enam korporasi sebagai tersangka. Dari enam korporasi itu, PT Duta Graha Indah atau PT Nusa Konstruksi Enjineering telah diputus bersalah dalam kasus korupsi terkait proyek pemerintah sedangkan PT Putra Ramadhan dinyatakan bersalah dalam kasus pencucian uang.

BACA JUGA:  Ekonomi Nasional Kuartal III dan IV/2020 Diramal Membaik

Meski demikian, Nawawi mengakui, sepanjang semester I 2020 atau sejak pimpinan KPK Jilid V dilantik pada akhir 2019 lalu, belum ada lagi korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka. Menurut Nawawi selain Perpres 13/2018, dalam menangani kasus korupsi terkait korporasi pihaknya juga berpedoman pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi.

"Tentu saja Perpres ini akan sangat bermanfaat sekali ini. Tentu saja penanganan perkara korporasi ini kita tentu merujuk dan berpedoman pada perma 13 tahun 2016 tentang penanganan perkara pidana yang dilakukan oleh korporasi," kata dia. (riz/gw/fin)

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com