News . 19/08/2020, 01:00 WIB
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal meminta pakta integritas dari masing-masing kandidat calon kepala daerah. Ini cara lembaga antirasuah itu melakukan pencegahan terhadap tindak dan prilaku korupsi menjelang Pilkada.
Cara yang dilakukan KPK ini lebih sporadis. Bentuknya, masing-masing anggota KPK akan dibagi ke beberapa daerah. Langsung melakukan koordinasi dengan lembaga terkait khususnya kandidat.
Meski demikian, KPK akan sowan terlebih dahulu dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Bawaslu sampai Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). ”Kami akan sampaikan hal ini ke tiga lembaga tersebut melalui pertemuan virtual,” terang Ketua KPK Firli Bahuri, di gedung KPK Jakarta, Selasa (18/8).
Sayangnya Firli belum dapat memastikan apakan KPK bakal membentuk satu tim satuan tugas khusus untuk mencegah terjadinya korupsi jelang Pilkada Serentak 9 Desember 2020 itu. ”Belum ke arah itu, kita lihat perkembangan nanti,” jelasnya.
Untuk diketahui, Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020 akan dilangsungkan oleh 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Namun, nama-nama yang dicalonkan oleh parpol termasuk kerabat dari tokoh-tokoh politik nasional dan daerah, bahkan sebagian berusia muda dan tidak punya rekam jejak di dunia politik sebelumnya.
Kerabat tokoh politik nasional yang sudah mengantongi dukungan dari partai politik, misalnya, Gibran Rakabuming Raka (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan/PDIP), putra Presiden Joko Widodo, sebagai bakal calon wali kota Solo (Selengkapnya lihat grafis).
KPK melihat ada empat bidang yang rawan dikorupsi dalam penanganan pandemik Covid-19 yaitu dalam pengadaan barang/jasa, hibah kepada Satgas Covid-19 atau pemerintah daerah, realokasi APBN/APBD dan penyaluran bantuan sosial. ”Tentu saja dalam penanganan Covid-19 KPK juga mengidentifikasi sejumlah titik rawan korupsi,” terang Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.
Lili menyampaikan hal itu dalam konferensi pers Kinerja KPK Semester I 2020 bersama dengan 3 pimpinan KPK lain yaitu Firli Bahuri, Nawawai Pomolango dan Nurul Ghufron.
”Untuk yang pertama, terkait pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJ). Ada potensi terjadi kolusi, mark-up harga, kickback, konflik kepentingan dan kecurangan,” ungkap Lili.
”Kedua, KPK juga mengidentifikasi potensi kerawanan pada pencatatan penerimaan, penyaluran bantuan dan penyelewengan bantuan atau hibah dari masyarakat ataupun swasta yang diberikan kepada Gugus Tugas dan seluruh kementerian/lembaga maupun pemda,” paparnya.
Nah, sebagai langkah antisipatif, KPK menerbitkan Surat KPK Nomor B/1939/GAH.00/0 1-10/04/2020 Tanggal 14 April 2020 ditujukan kepada Gugus Tugas dan seluruh kementerian/lembaga/pemda tentang Penerimaan Sumbangan/Hibah dari Masyarakat.
”Ketiga pada alokasi sumber dana dan belanja serta pemanfaatan anggaran dalam proses refocusing dan realokasi anggaran Covid-19 pada APBN dan APBD,” ungkap Lili.
Untuk itu, KPK menerbitkan Surat Edaran Nomor. 11 Tahun 2020 tanggal 21 April 2020 tentang Penggunaan DTKS dan Data non-DTKS dalam Pemberian Bantuan Sosial ke Masyarakat.
KPK juga telah meluncurkan aplikasi pelaporan bansos, yaitu JAGA Bansos untuk merespon keluhan penyaluran bansos yang dinilai tidak tepat sasaran.
”Fitur baru ini juga menyediakan informasi tentang bansos selain sebagai medium bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan penyimpangan atau penyalahgunaan bansos di lapangan,” ungkap Lili.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com