News . 19/08/2020, 09:00 WIB
JAKARTA - Pertemuan pertama antara Tim Kerja Bersama DPR dan serikat pekerja menyepakati pembentukan Tim Perumus. Ini dilakukan untuk menemukan solusi terkait pasal-pasal yang masih dianggap bermasalah dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker).
"Kami sepakat untuk membentuk Tim Perumus yang terdiri dari anggota Panitia Kerja RUU Ciptaker Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan tim serikat pekerja," kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad usai
usai menerima Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/8).
Dasco mengatakan Tim Perumus tersebut akan dipimpin Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya dan akan bekerja selama dua hari. Yaitu 20-21 Agustus 2020. Dia berharap dengan target waktu pembahasan tersebut dapat dicapai titik temu dan berbagai solusi terhadap pasal-pasal yang masih dianggap bermasalah. Khususnya terkait persoalan ketenagakerjaan.
Sementara itu, akademisi Universitas Krisnadwipayana Ade Reza Hariyadi mengatakan RUU Cipta Kerja dapat mengakomodasi perkembangan zaman dan membenahi peraturan yang usang. "Omnibus Law juga mengakomodasi perkembangan zaman sesuai kebutuhan yang bergerak cepat," jelas Reza.
Dia memastikan peraturan sapu jagad tersebut dapat menjadi terobosan untuk menyelaraskan berbagai regulasi ketenagakerjaan yang tersebar dan tumpang tindih.
Namun, dia mengingatkan perlunya asas kebermanfaatan dan kepastian hukum. Karena kepentingan buruh dan pengusaha perlu diakomodasi secara adil dan proporsional. Sejumlah isu menyangkut hal-hak buruh dalam kontrak kerja, sistem pengupahan, dan hubungan industrial masih jadi masalah yang harus dicari titik temunya. "Begitu pula asas kepastian hukum. Hal ini menyangkut kedudukan RUU Cipta Kerja terhadap berbagai aturan khusus ketenagakerjaan yang sudah ada," ucapnya.
Terpisah, Direktur Lembaga Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Sirojuddin Abbas menyebut para penolak RUU Cipta Kerja belum tentu mengerti kepentingan dan manfaat besar dari omnibus law tersebut.
Dia mencontohkan penolakan dari kelompok buruh. Menurutnya, penolakan dari mereka hanya bersumber pada pemahaman dari sudut pandang kepentingan buruh semata. Namun, tidak melihat dari sudut pandang pengusaha dan kepentingan negara.
Regulasi yang ada saat ini menyulitkan perusahaan untuk merekrut tenaga-tenaga lebih produktif dengan keterampilan tinggi maupun saat perusahaan terpaksa harus memberhentikan pekerja. "Pengusaha juga membutuhkan aturan perburuhan yang tidak terlalu memberatkan," imbuhnya.
Selain perusahaan, lanjut Abbas, pemerintah membutuhkan lebih banyak investasi dari para pengusaha. Menurut dia, investasi yang besar akan membuat lapangan kerja terbuka lebih banyak. "Negara juga akan memperoleh pemasukan dari pajak. Warga juga akan bisa bekerja dan memperoleh penghasilan," paparnya.
Abbas menambahkan jika para buruh memahami kepentingan dan manfaat RUU Cipta Kerja secara lebih komprehensif, tidak ada alasan kuat untuk menolak. "Maka buruh sebetulnya tidak perlu takut. RUU itu untuk kepentingan bersama. Tidak mungkin pemerintah dan DPR bersekongkol untuk menyengsarakan rakyat," terangnya.(rh/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com