Kemarau, Waspada Stok Beras

fin.co.id - 05/08/2020, 09:00 WIB

Kemarau, Waspada Stok Beras

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Memasuki puncak musim kemarau pemerintah diminta untuk mewaspadai stok beras hingga akhir tahun. Musim kemarau dan pandemi COVID-19 dipastikan mempengaruhi sektor pertanian dan perdagangan dunia.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan pemerintah harus bisa memastikan stok beras hingga akhir tahun aman. Menurutnya kebijakan pembatasan akibat pandemi COVID-19 sangat mempengaruhi sektor pertanian dan perdagangan dunia. Terlebih Indonesia memasuki musim kemarau.

Dikatakannya, berdasarkan data Kementerian Pertanian, jumlah produksi beras pada semester I tahun 2020 menunjukkan adanya penurunan yakni diperkirakan hanya mencapai 16,8 juta ton. Itu artinya turun 9,7 persen dari periode yang sama tahun lalu.

"Kementerian Pertanian memaksimalkan penghujung musim tanam untuk memanfaatkan musim penghujan yang masih berlangsung di beberapa wilayah di Indonesia. Hal ini menandakan kondisi iklim yang tak menentu masih menjadi tantangan bagi produksi beras dan komoditas pangan lainnya," katanya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (4/8).

Disebutkannya, berdasarkan data World Food Programme (WFP) pada 2020, selama musim kemarau biasanya produksi beras hanya menyumbang sekitar 35 persen dari total produksi beras tahunan.

"Meski pasokan lebih dari cukup untuk memenuhi permintaan domestik pada semester pertama dengan surplus 6,4 juta ton, namun ada kekhawatiran mengenai ketersediaan beras menjelang akhir tahun dan awal tahun depan," ungkapnya.

Di sisi lain meskipun beras telah menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia, impor beras dibatasi oleh 54 hambatan non-tarif (Non-Tariff Measures/NTM) yang sebagian besar adalah tindakan Sanitary Phytosanitary untuk menjaga kesehatan, keamanan, dan kualitas (61 persen), diikuti oleh Hambatan Teknis Perdagangan (11 persen).

Pembatasan utama perdagangan beras di antara NTM ini dinilai sebagai pembatasan kuantitatif. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan 01/2018, beras hanya dapat diimpor oleh Bulog.

Impor tersebut juga harus menerima otorisasi resmi dari Kementerian Perdagangan yang membutuhkan rapat koordinasi menteri dan diselenggarakan oleh Kemenko Perekonomian yang melibatkan Bulog, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertanian.

"Keputusan untuk mengimpor beras harus mempertimbangkan stok beras Bulog, perbedaan harga, dan atau produksi beras nasional yang diproyeksikan. Prosesnya sendiri lama. Belum lagi COVID-19 yang menyebabkan kapasitas distribusi dan logistik semakin rendah, dapat membuat pemasukan beras menjadi lebih lama," katanya.

Dalam upaya untuk menjaga stok beras hingga akhir tahun dan awal tahun depan, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo telah meminta agar lahan pertanian produktif tak dibiarkan menganggur setelah panen.

"Saya meminta kepada para petani agar terus berproduksi, selesai panen maka segerakan tanam. Jangan biarkan lahan menganggur lebih dari satu bulan," katanya.

Ditegaskannya, seluruh wilayah yang lahan pertaniannya masih produktif di musim kemarau akan difasilitasi alat dan mesin pertanian. Termasuk benih berkualitas dan kredit usaha rakyat (KUR).

"Pompanisasi harus dilaksanakan, apalagi di sekitar lokasi terdapat sumber air yang memadai," ujar dia.

Di sisi lain, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengajak para petani untuk menyiasati perubahan iklim melalui rekayasa komoditas. Maksudnya, menyesuaikan jenis bibit komoditas, serta pola dan waktu tanamnya dengan kondisi cuaca dan iklim.

Admin
Penulis