News

Telusuri Aliran Dana Joker

fin.co.id - 29/07/2020, 11:00 WIB

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Bareskrim Polri tengah menelusuri aliran dana terkait pelarian Joko Soegiarto Tjandra alias Joe alias Joker. KPK menyatakan siap memfasilitasi Polri menelisik siapa saja yang diduga menerima uang dari buronan kasus cessie Bank Bali tersebut.

"Jika Bareskrim menggandeng KPK dalam menyelidiki dugaan korupsi tersebut, kami tentu siap. KPK menyambutnya dalam koridor koordinasi pemberantasan korupsi dengan aparat penegak hukum," tegas Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron di Jakarta, Selasa (28/7).

Menurutnya, koordinasi tersebut sudah terbangun. Dia mencontohkan misalnya melalui SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan)."Setiap penyidikan tindak pidana korupsi masuk dalam satu sistem. Di antara aparat penegak hukum bisa saling mengetahui dan memonitor. Sekaligus KPK dapat memberikan fasilitas bantuan jika dibutuhkan," terang Ghufron.

Sebelumnya, Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo menyatakan tim penyidik sudah membuka penyelidikan untuk menelusuri aliran dana tersebut. Bareskrim tidak menutup kemungkinan bekerja sama dengan KPK untuk mengusut aliran dana tersebut. Tim Khusus Bareskrim Polri telah menetapkan mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Pol Prasetijo Utomo sebagai tersangka kasus pemalsuan surat untuk Joko Tjandra.

Terkait hal itu, Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Awi Setyono menyatakan belum bisa memastikan motif Prasetijo Utomo membantu Joko Tjandra. Diduga, ada motif pribadi di balik bantuan tersebut. "Bisa saja motif pribadi. Namun, nanti penyidik yang akan mengungkapnya," ujar Awi di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (28/7).

Menurutnya, dugaan motif bisa diketahui berdasarkan kontruksi hukum yang disangkakan kepada Prasetijo Utomo. Ada 3 kontruksi hukum yang menjerat tersangka. "Ada 3 pasal berlapis yang menjeratnya. Mulai dari yang bersangkutan dipersangkakan pemalsuan syarat, membantu pelarian dan menyembunyikan pelaku kejahatan. Itu kontruksi hukumnya. Mungkin dari situ akan ketahuan motifnya apa," jelasnya.

Sementara itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah, mendesak Presiden Joko Widodo mengevaluasi kinerja Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan. Dia menilai lembaga intelijen itu gagal mendeteksi buronan masuk ke Indonesia.

"Mudahnya koruptor lalu lalang di Indonesia menjadi tamparan keras bagi penegak hukum. Kasus Joko Tjandra menunjukkan BIN tidak memiliki kemampuan melacak keberadaan koruptor kelas kakap," ujar Alamsyah di Jakarta, Selasa (28/7).

Menurutnya, BIN memiliki mandat menjaga ekonomi nasional dari segala bentuk ancaman. Termasuk korupsi. Sebelumnya, BIN memiliki pengalaman menangkap dua buron korupsi. Yakni Totok Ari Prabowo, mantan Bupati Temanggung yang ditangkap di Kamboja pada tahun 2015 lalu dan Samadikun Hartono di Cina pada 2016. (rh/fin)

Admin
Penulis
-->