TURIN — Juventus meraih scudetto Serie A 2019/2020 dengan mengalahkan Sampdoria di pekan ke-36, Senin, kemarin. Ini gelar kesembilan beruntun yang makin mempertegas Si Nyonya Tua sebagai raja Italia.
GOL Cristiano Ronaldo dan Federico Bernardeschi memastikan Juventus mengunci trofi Serie A di Allianz Stadium. Dengan tambahan tiga angka, Bianconeri mengoleksi poin 83 dan tidak mungkin lagi terkejar Inter Milan yang maksimal hanya meraup 82 angka di akhir musim.
Sukses ini menjadikan Juventus sebagai klub pertama di lima liga teratas Eropa yang meraih sembilan gelar berturut-turut. Mereka mengungguli raksasa Jerman, Bayern Munchen yang musim ini menjuarai Bundesliga untuk delapan musim beruntun.
Selain itu, scudetto ini memantapkan posisi Juventus sebagai kolektor gelar Serie A terbanyak. Tidak termasuk musim 2004/2005 dimana gelar Juventus dialihkan ke Inter Milan melalui pengadilan setelah skandal Calciopoli, klub Kota Turin itu total sudah mengoleksi 36 gelar, dua kali lebih banyak dari duo Milan.
Gelar ini semakin istimewa karena perjuangan yang harus mereka lalui. Tak hanya oleh pandemi virus korona yang sempat menghentikan kompetisi selama tiga bulan, Juventus juga memulai musim dengan perubahan radikal dan berani, yakni pergantian pelatih.
Maurizio Sarri dibawa ke Turin untuk menggantikan Max Allegri untuk membuat Bianconeri memainkan sepak bola yang lebih baik. Terutama menampilkan sepak bola menyerang yang menghibur sebagaimana yang ingin disaksikan petinggi klub.
Kendati belum benar-benar memenuhi ekspektasi, Sarri sudah memperlihatkan kekuatan lini serang yang mumpuni dan menghibur. Musim ini, untuk pertama kalinya dalam sejarahnya, Juventus mencetak setidaknya dua gol dalam 12 pertandingan Serie A berturut-turut.
Makanya, Sarri yang juga mencetak rekor sebagai pelatih tertua yang memenangkan gelar Serie A mengaku sangat senang. Sarri yang kemarin berusia 61 tahun dan enam bulan menegaskan, ini sama sekali bukan gelar mudah bagi mereka.
“Tentu saja saya punya perasaan khusus. Sangat sulit untuk menang. Itu bukan jalan di taman. Itu panjang, sulit, menegangkan, dan skuat ini layak mendapat banyak pujian karena terus menemukan rasa lapar dan tekad untuk mengejar kemenangan berturut-turut,” kata Sarri kepada Sky Sports Italia.
Mantan pelatih Napoli itu menjelaskan, ia butuh waktu untuk menata ulang kekuatan Juventus. Alasannya, dalam hal organisasi, Juventus berada di puncak sepak bola Eropa. Dan dengan klub memenangi scudetto delapan musim beruntun, ia mustahil langsung memaksakan perubahan.
“Ada kesulitan taktis. Saya mencoba untuk mendapatkan semua pemain yang sangat kuat ini dan berbagai karakteristik mereka untuk bekerja bersama. Itu bukan sesuatu yang harus diterima begitu saja. Seperti yang kita lihat di tahun-tahun sebelumnya, karena Dybala dan Ronaldo tidak benar-benar sering starter bersama. Mereka kelas dunia, tetapi tidak mudah membuat mereka bekerja bersama dengan karakteristik mereka. Dengan banyak pekerjaan, saya pikir kami berhasil," jelasnya.
Kapten Juventus, Leonardo Bonucci sependapat dengan Sarri. Ia mengakui bahwa ini adalah gelar tersulit yang mereka dapatkan dalam sembilan musim terakhir karena mereka harus lebih dulu berjuang untuk menafsirkan filosofi Sarri.
"Itu adalah gelar yang paling indah, karena itu adalah yang paling sulit. Kami memulai era baru, filosofi baru, menghadapi begitu banyak kesulitan, tetapi kami terus memberikan semua yang kami miliki, bahkan ketika ada begitu banyak kesalahan," kata Bonucci dikutip dari Football Italia.
Setelah berhasil mengunci gelar, Juventus kini bisa fokus mempersiapkan diri menghadapi Lyon di leg kedua babak 16 besar Liga Champions. “Sekarang kita akan mencoba untuk beristirahat selama 10 hari ke depan dan kemudian bersiap untuk tantangan berikutnya," tegas Bonucci.
Kubu Sampdoria sementara itu mengklaim sudah berusaha sekuat tenaga menjegal Juventus. Makanya, pelatih Claudio Ranieri mengaku tetap puas. “Kami melakukan yang terbaik. Kami berlari dan berjuang sepanjang waktu. Kami pergi dengan kepala tegak," ujarnya di situs resmi Sampdoria. (amr/*)