JAKARTA - Legalitas ekspor baby lobster mendapat dukungan. Ini setelah banyaknya kasus baby lobster yang diselundupkan oleh para mafia di bawah kendali Tycoon yang berinisial RBT. Langkah yang dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Edhy Prabowo pun mendapat dukungan dari Masyarakat Anti Penyelundup Baby Lobster (MAOBL).
Dukungan ini dilakukan dengan menggelar aksi yang berlangsung di depan halaman Kementerian KKP di Jakarta, Senin (7/7). ”Kerugian yang diderita sangat jelas. Pemasukan negara dan merugikan para nelayan baby lobster selama ini akibat larangan ekspor baby lobster juga jelas,” terang Koordinator MAOBL Firman.
Dikatakannya, nelayan dirugikan karena harga beli baby lobster oleh para penyelundup baby lobster sangat murah sekali. ”Dengan dalih mahal biaya hanky panky ke oknum oknum penegak hukum dan oknum oknum Kementrian KKP yang bejat moralnya,” timpal Firman.
Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Edhy Prabowo resmi mencabut larangan ekspor benih lobster era Susi Pudjiastuti. Pencabutan aturan era Susi itu ditandai dengan peraturan menteri (Permen) yang baru, yakni Permen KP Nomor 12/Permen-KP/2020 Tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus SPP) Kepiting (Scylla SPP) dan Rajungan (Portunus SPP). Aturan baru tersebut diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Mei 2020.
”Saat ini izin ekspor baby lobster diizinkan oleh menteri KKP tentu saja ini membawa angin segar bagi nelayan dan sebagai sumber pendapatan negara berupa devisa negara. Ini langkah untuk memberantas para penyelundup baby lobster ke luar negeri,” paparnya.
Akibat pelarang ekspor benih mobster maka ekspor benih lobster masih terjadi di pasar gelap, salah satunya ke Vietnam. ”Ternyata, dari total kebutuhan baby lobster mereka, 80% dari Indonesia. Celakanya, 80% itu tidak langsung dari Indonesia, tapi lewat Singapura,” ungkapnya.
Hal itu, sambung Firman membuat pihak perantara memperoleh untung paling besar. ”Pasalnya, benih lobster dari Indonesia hanya dijual seharga Rp3-5 ribu per benih. Ketika dijual kembali, harganya bisa mencapai Rp139 ribu per benih. Selisih harga itulah yang dinikmati oleh perantara,” jelasnya.
Dalam kasus penyelundupan yang muncul, lanjut Firman, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan dana yang dibutuhkan bisa mencapi Rp300-900 miliar setiap tahun. Sementara berdasarkan data KKP, memang terlihat adanya peningkatan penyelundupan benih lobster ke luar negeri sejak larangan ekspor diberlakukan.
Sementara itu, KKP berjanji memberikan pinjaman lunak kepada nelayan pembudi daya lobster di berbagai daerah, yang membutuhkan bantuan modal guna membantu pengembangan usahanya. Edhy Prabowo dalam rilis yang diterima menyebut, pinjaman lunak berupa bunga rendah melalui Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP).
Pihaknya pun siap mendukung langkah pembudi daya lobster, seperti kepada mereka yang berinovasi mengembangkan model keramba jaring tancap atau keramba dasar, yang menjadi alternatif budi daya lobster di daerah perairan dengan ombak besar seperti di Pantai Utara Jawa.
Sejumlah nelayan pembudi daya lobster mengembangkan model ini antara lain karena wilayah perairan tempatnya berbudi daya memiliki ombak besar dan arus laut yang cukup deras.
”Prioritas pertama itu budi daya, kita ajak siapa saja, mau koperasi, korporasi, perorangan silakan, yang penting ada aturannya. Pertama, harus punya kemampuan berbudi daya. Jangan tergiur hanya karena ekspor mudah untungnya banyak,” kata Edhy.
Ia mengemukakan bahwa eksportir harus membeli benih lobster dari nelayan dengan harga di atas Rp5.000 per ekor. Harga itu lebih tinggi dibanding ketika masih berlakunya aturan larangan pengambilan benih lobster.
KKP juga mewajibkan eksportir menggandeng nelayan dalam menjalankan usaha budi daya lobster. Menteri Edhy ingin nelayan tidak hanya mendapat keuntungan ekonomis dari menjual benih lobster, tapi juga mendapat pengetahuan tentang berbudi daya.
”Selain kemampuan berbudi daya, berkomitmen ramah lingkungan tidak merusak, dan yang paling penting berkomitmen dengan nelayannya sendiri. Dia harus satu garis dan dia harus membina nelayannya sendiri,” ujarnya. (fin/ful)