News . 05/07/2020, 13:44 WIB

Tiga Penyebab Kepala Daerah Korupsi

Penulis : Admin
Editor : Admin

BALIKPAPAN - Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman membeberkan penyebab sejumlah kepala daerah korupsi. Hal ini diungkapkan terkait OTT KPK terhadap Bupati Kutai Timur, Ismunandar dan sang istri, Encek yang merupakan Ketua DPRD Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Sekretaris SAKSI, Herdiansyah Hamzah mengatakan ada tiga penyebab utama korupsi kepala daerah.

Baca Juga: Bupati Kutim dan Istri Ditahan di Rutan Berbeda

“Pertama, politik berbiaya tinggi. Politik berbiaya tinggi mendorong kandidat, khususnya petahana, untuk menghalalkan segala cara,” katanya di Balikpapan, Kalimantan Timur, Minggu (5/7).

Hasil kajian lembaga Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri menyebutkan, untuk menjadi wali kota/bupati dibutuhkan biaya Rp20-30 miliar. Sedangkan untuk menjadi gubernur Rp20-100 miliar.

“Sehingga ongkos yang harus mereka keluarkan ini tentu saja tidak sepadan dengan gaji yang bakal diterima seorang kepala daerah,” katanya.

Sebagai ilustrasi, Bupati Banjarnegara di Jawa Tengah, Budhi Sarwono, pada Oktober 2019 pernah mengungkap besaran gaji resmi. Di slip gaji Oktober 2019, dia mendapat gaji resmi sebesar Rp6.114.100 yang masih dikurangi sejumlah potongan, di antaranya potongan zakat.

Sebagai bupati dia berhak tunjangan operasional lapangan sebesar Rp1.000.000 sehari. Sementara gaji anggota DPRD Kabupaten Banjarnegara pada saat itu adalah Rp32.000.000 sebulan ditambah sejumlah uang tunjangan lain.

Penyebab kedua, masih kuatnya politik transaksional dalam proses pengadaan barang dan jasa. Kepala daerah cenderung menggunakan pengaruhnya untuk mengatur lalu lintas pemenang tender barang dan jasa. Hal itu dilakukan agar mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompoknya.

"Tradisi ini jelas akan melanggengkan tindakan korup dalam pengadaan barang dan jasa,” katanya.

Terakhir, politik dinasti. Dari tersangka lain yang turut diamankan adalah ketua DPRD Kutai Timur yang juga istri dari sang bupati Kutai Timur. Fakta itu, menurut kajian SAKSI, menandakan politik dinasti telah memberikan jalan yang lapang bagi perampokan keuangan negara.

“Politik dinasti telah melumpuhkan check and balances system antara pemerintah dan DPRD. Kendali pengawasan berada di tangan satu keluarga. Jadi mustahil akan ada kontrol yang kuat dan memadai di bawah kuasa politik dinasti,” ungkapnya.(gw/fin)

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com