JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai kecewa dengan kinerja Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Dugaan kekecewaan Jokowi, terlihat ketika dirinya mengutus jajaran menteri untuk menjadikan Kalimantan Tengah sebagai kawasan food estate atau lumbung pangan alternatif di luar Jawa, beberapa waktu lalu.
Kawasan food estate merupakan rencana program yang bertujuan untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Jajaran menteri yang diutus Presiden Jokowi, diantaranya Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, hingga Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Namun SYL sebagai Menteri Pertanian, tidak ikut serta dalam rombongan itu.
Anggota Komisi IV DPR Fraksi PDI-Perjuangan, Ono Surono mengaku merasa aneh, ketika Mentan Syahrul Yasin Limpo tak dilibatkan. Padahal, menurutnya, Mentan dianggap memiliki analisis yang baik terkait lahan rawa atau gambut di Kalimantan yang layak ditanami padi dan tanaman lainnya. Ono tidak menampik kemungkinan tidak dilibatkannya SYL karena kinerjanya kurang bagus.
"Ya bisa jadi seperti itu (kecewa), bisa juga karena kemarin kurang berhasil dalam mencetak sawah baru. Kedua, mungkin anggaran di Kementan tidak ada. Ketiga, bisa karena kemampuan Kementan sendiri yang kurang maksimal terkait dengan infrastruktur pertanian. Jadi itu mungkin yang jadi pertimbangan presiden," kata Ono dalam keterangannya yang dikutip pada Jumat (3/7).
Sementara soal keterlibatan Prabowo dalam rombongan itu, Ono meminta publik berpikir positif. “Nah, kalau pak Prabowo apa ya? Ya kita sih positif saja. Mungkin keterlibatan unsur TNI dalam membuka lahan. Kan membuka lahan itu tidak mudah. Di TNI kan ada pasukan khusus untuk membuka lahan. Ketiga menteri ini kan harus berkomunikasi dengan Kementan terkait daya dukung lahannya,” ujar Ono.
Hal senada dikatakan Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi. Dia menilai, tidak ada keterlibatan Mentan SYL, merupakan sinyal kuat, bahwa Mentan berada pada posisi 'tak aman. '
Ia melihat hal ini merupakan buntut dari kekecewaan Presiden Jokowi terhadap kinerja Mentan. "Ini sinyal kuat, Menteri Pertanian tidak aman posisinya. Mentan jadi Menteri yang perlu dievaluasi atau bahkan di-reshuffle," ujarnya.
Uchok menduga, komunikasi antara Jokowi dengan Mentan tidak berjalan dengan baik. Terutama ketika pandemi melanda, tak ada terasa gebrakan berarti dari Mentan terkait ketahanan pangan. "Jokowi itu butuh gebrakan, butuh ide besar bagaimana ketahanan pangan ini bisa berjalan saat pandemi. Tapi justru upaya Mentan tak terlihat. Harusnya saat pandemi mulai masuk, Mentan sudah punya konsep yang kuat untuk ketahanan pangan, bukan malah menghilang," jelas Uchok.
Soal stok beras, misalnya, kata Uchok, seyogyanya Mentan sudah memikirkan dengan matang jika pandemi berlanjut dan stok menipis, apa yang harus dilakukan jika produksi juga tak bisa menutupi. "Dia harus tahu, di saat pandemi, Thailand dan Vietnam itu sudah tak mengekspor beras lagi buat ketahanan pangannya sendiri.
Dia mengatakan, seharusnya Mentan harus bisa menjaga ketahanan pangan dengan mencari sumber lain agar tak terjadi kelangkaan dan kenaikan harga bahan pangan. "Di saat pandemi, impor itu bukan barang haram untuk ketahanan pangan. Justru bagus kalau dia bisa impor. Nyatanya susah kan mencari bahan pangan impor di saat pandemi," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono menjelaskan, proyek food estate ini digarap dengan melibatkan sejumlah kementerian termasuk pertahanan yang dipimpin oleh Prabowo. Alasannya, sektor pangan termasuk ketahanan pangan non-militer. "Tahun ini PUPR mendesain rehabilitasi jaringan irigasinya. 165 ribu hektare itu tahun depan kita mulai dengan menggerakkan BUMN. Menhan juga termasuk untuk bisa ikut karena menurut beliau, ini adalah program ketahanan non-militer," ungkap Basuki belum lama ini.
Basuki juga sempat menjelaskan sejauh mana Prabowo akan terlibat. Alasan keterlibatan Prabowo adalah untuk menjaga ketahanan pangan Indonesia. "Ketahanan pangan itu diperlukan untuk ketahanan non-militer. Jadi beliau [Prabowo] akan menggerakkan pemuda-pemuda yang dibekali dengan kompetensi komputer dan pertanian," kata Basuki.
Dia menjelaskan bahwa proyek tersebut bakal dikerjakan di atas lahan seluas 165 ribu hektare. Meski sebenarnya terdapat lahan potensial seluas 295.500 hektare, pemerintah fokus terlebih dahulu ke lahan 165 ribu hektare. "Dari 165 ribu hektare itu, yang sudah diolah petani setiap tahun 85.500 hektare fungsional, yang PU selalu pelihara setiap tahun secara reguler ada 57 ribu hektare," ujar Basuki. (dal/fin)