News . 02/07/2020, 03:00 WIB
JAKARTA - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan, desa harus bisa menyelesaikan permasalahannya sendiri tanpa harus merujuk pada hukum. Untuk itu, Abdul Halim menilai, perlu adanya model problem solving khas desa. Sebisa mungkin, satu desa bisa menyelesaikan masalahnya sendiri yang bersandar pada adat dan budaya desa setempat.
"Saya ingat betul ketika saya masih kecil. Misalnya ada maling ayam atau pencuri ayam, tidak serta merta kemudian diurus ke polsek atau ke polres dimasukkan sel, selnya polos enggak. Cukup diselesaikan di desa dengan sanksi-sanksi sosial,” tutur Gus Menteri saat membuka Kongres Kebudayaan Desa 2020 yang diselenggarakan oleh Sanggar Inovasi Desa pada Rabu (1/7).
Dia mengatakan, permasalahan itu, nanti diputuskan oleh seorang kepala desa dengan kemampuan kepemimpinan yang dimiliki, sehingga keputusannya itu bisa diterima oleh seluruh masyarakat. "Inilah yang saya sebut dengan model problem solving khas desa,” kata pria yang biasa dipanggil Gus Menteri ini.
Oleh karena itu, Gus Menteri berharap agar Konges Kebudayaan Desa 2020 ini mampu berkontribusi dari sisi pemikiran nalar kebudayaan baru yang otentik, unik dan inovatif yang hari ini dijalankan oleh masyarakat desa. “Mudah-mudahan kongres ini menjadi momentum yang sangat berarti bagi perubahan dan penguatan budaya desa di masa-masa yang datang.” katanya.
Pada kesempatan tersebut, Abdul Halim juga menyinggung soal tatanan normal baru yang harus dihadapi oleh desa. Dia menilai, desa miliki model dan modul tersendiri dalam menghadapi new normal di era pandemi covid-19. Model dan modul desa ini, tetap bertumpu pada kebudayaan dan adat. “Saya berharap para praktisi bisa menceritakan bagaimana cara desa melalui kebudayaan bisa menghadapi kenormalan baru hidup di desa,” ujarnya.
Dia bilang, pandemi covid-19 berimbas pada paradigma baru dalam melihat dunia termasuk kebudayaan. Budaya tatap muka saat seminar, bersalam-salaman, dan budaya mengobrol secara langsung misalnya, telah beralih pada budaya virtual yang serba teknologi. “Biasanya kita ketemu, tatap muka, bersalaman dan bercipika-cipiki, ngobrol, kalau bahasa Jawanya gojlok-gojlokan, kita tidak melakukan itu. Tapi kita bertatap muka dengan meminta tolong kebudayaan baru yang bernama teknologi informasi,” ujar Gus Menteri.
Untuk itu, menurutnya, tatanan kehidupan new normal menjadi langkah strategis dalam mengatasi keterbatasan aktifitas akibat pandemi covid-19. Dalam tatanan kehidupan new normal, lanjutnya, masyarakat dimungkinkan untuk saling bertemu dan berdialog secara langsung dengan tetap menjaga jarak, tidak bersalaman, dan saling menghormati protokol kesehatan. “Dan tentu kita juga berharap ini (pandemi covid 19) segera selesai. Karena semua itu sebenarnya bukan budaya asli kita, kita ingin kembali ke budaya asli kita,” pungkasnya. (dal/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com