JAKARTA - Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) dianggap sejumlah pihak bermasalah. DPR dan pegiat anti korupsi pun meminta ekspor lobster dihentikan sementara.
Anggota Komisi IV DPR Ono Surono meminta KKP harus transparan dalam melakukan ekspor lobster. Apalagi, informasi yang dia dapat, urusan pajak masih menunggu peraturan Menteri Keuangan.
"Sedangkan ekspornya sudah jalan. Berarti enggak benar ini. Makanya, kalau bisa ditutup dulu. Jangan dibuka ekspor sebelum aturannya jelas," tegas Ono kepada wartawan, Selasa (23/6).
Ono melanjutkan ekspor harus dihentikan karena izin tidak bisa berdiri sendiri. Menurutnya, tetap ada aturan lanjutan dengan pajak dan ekspornya. Jika aturan dari Kemenkeu belum keluar, tentu pemasukan pajak tidak jelas ke mana. Dia pun menduga ekspor yang sudah terjadi merupakan ilegal.
"Nah itu jadi pajak 'uka-uka'. Itukan PNBP. Mau diposin kemana? Katanya ada deposit dulu. Tetapi, kita tidak tahu hitung hitungannya seperti apa. Tetapi, saya yakin ini ilegal. Makanya, kita akan telusuri. Di mana posisi uangnya," katanya.
Dia pun menilai tindakan KKP terlalu gegabah dan terburu-buru. Ono melanjutkan, KKP harus berhati-hati dalam memberikan izin ekspor. Menurutnya, nelayan harus diperhatikan dan korporasi mempunyai kewajiban.
"Mereka harus punya tanggungjawab misalnya bisa ekspor harus membangun pembudisya lobster. Dia harus tanggungjawab dong jangan hanya mau untungnya saja. Kalau bisa melakukan pelatihan dan pembinaan kepada nelayan-nelayan. Ekspor benih lobster itu harus menyeluruh dan utuh. Tidak hanya bicara nelayan, tetapi bicara korporasi juga. tidak semua orang bisa masuk bisnis ini. Sehingga melibatkan pengusaha," katanya.
Sehingga, lanjut dia, pemerintah harus melakukan kajian yang mendalam terkait dengan siapa yang akan diuntungkan. Tetapi bagi dia, yang diuntungkan pengusaha.
"(Pemasukan negara) Itu harus benar-benar dihitung dengan cermat. Banyak juga komoditas ekspor impor dari sisi pajak ini besar. Akhirnya menyelundup lagi. Bagaimana pemerintah mendorong bagaimana pemerintah menemukan teknologi untuk budidaya lobster sehingga prospek kedepannya itu bukan ekspornya tetapi bagaimana budidayanya," tuturnya.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman di kesempatan terpisah mengatakan senada. Dia menilai kebijakan melegalkan ekspor benur tidak tepat. Terlebih belum ada Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang masuk. Ia mengatakan, jika eksportir itu tidak kena bea dan PNBP, maka sama saja dengan melegalkan penyelundupan.
"Bea ekspor dan PNBP harus kena, jangan sampai ini tidak ada masuk uang ke negara. Sama saja penyelundupan kalau gitu, malah lebih baik selundupan, ada yang tertangkap, dulu diselundupkan kecil-kecil kerugian negara kecil, sekarang volume besar, negara nggak dapat apa-apa, ruginya dobel ini, yang untung yang kaya," tuturnya.(khf/fin)