JAKARTA - Korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) membutuhkan jaminan bisa bekerja kembali saat COVID-19 berakhir. Namun, sayangnya hal itu tidak bisa diperoleh dalam Program Kartu Prakerja. Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menyarankan adanya pelibatan dunia usaha dan pekerja dalam penyusunan program tersebut.
"Soal Program Kartu Prakerja, seharusnya pemerintah melibatkan pengusaha," ujar Ketua Bidang Ketenagakerjaan, Vokasi, dan Kesehatan Badan Pengurus Pusat (BPP) Hipmi, Sari Pramono di Jakarta, Selasa (12/5).
Menurut Sari, pelibatan dunia usaha diperlukan untuk memberi masukan terkait keterampilan pekerja yang dibutuhkan. "Meskipun keterampilan pekerja meningkat lewat Program Kartu Prakerja, jika kompetensi itu tidak sesuai dengan yang kebutuhan pelaku usaha, pekerja tidak akan terserap," ucapnya.
Dia menambahkan, tidak ada hubungan dan kesesuaian program tersebut dengan dunia usaha. Terutama di tengah kondisi ekonomi yang saat ini sedang terpukul. Karena itu, penggodokan berbagai program dan kebijakan pemerintah seharusnya melibatkan masukan pekerja. "Dengan demikian, kebutuhan pekerja bisa diidentifikasi dengan lebih tepat," imbuhnya.
Sari menilai, kucuran senilai Rp1 juta untuk penerima Program Kartu Prakerja yang dialokasikan untuk pelatihan online seharusnya bisa diisi dengan hal yang lebih bermanfaat. Misalnya uang tunai kepada korban PHK di tengah situasi darurat COVID-19. "Biaya pelatihan sebesar Rp1 juta harus lebih ada manfaatnya. Misalkan langsung kasih sembako ataupun pelatihannya harus bermanfaat. Calon pekerja tersebut harus sesuai kebutuhan perusahaan yang merekrut. Semua pemangku kepentingan pengusaha harus dilibatkan," paparnya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Fraksi (Poksi) Badan Anggaran (Banggar) PKB DPR RI Siti Mukaromah mengatakan fraksinya menyetujui Perppu Nomor 1 Tahun 2020 untuk disahkan dalam Rapat Paripurna. Namun ada beberapa catatan kritis terkait dengan Kartu Prakerja dan hak imunitas bagi pejabat negara.
"Secara prinsip Fraksi PKB DPR menyetujui Perppu No. 1/2020 disahkan menjadi UU dalam paripurna DPR. Tetapi, kami memberikan beberapa catatan agar RUU ini tidak menimbulkan kemudaratan lebih besar di kemudian hari," kata Siti Mukaromah dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Fraksi PKB menilai ada beberapa hal yang harus dikritisi dari beberapa kebijakan pemerintah terkait dengan pengendalian COVID-19. Pertama, pelaksanaan program Kartu Prakerja. "Terkesan pemerintah memaksakan mengadakan pelatihan daring. Dalam situasi saat ini harusnya kartu prakerja lebih berfungsi sebagai jaring pengaman sosial. Sehingga pelatihan daring kurang dibutuhkan. Akan lebih baik anggaran untuk pelatihan daring dalam paket kartu prakerja sebesar Rp5,6 triliun dialihkan untuk menjaring peserta baru. Sehingga kian banyak korban PHK yang mendapatkan bantuan sosial melalui program ini," jelasnya.(rh/fin)