News . 04/05/2020, 00:00 WIB

NasDem Sarankan BI Lebih Agresif Sokong Dunia Usaha

Penulis : Admin
Editor : Admin

JAKARTA - Negara-negara terdampak Covid 19 terus berupaya untuk secara gradual bertahan dan bangkit dari kemungkinan pandemi krisis ekonomi. Disrupsi yang dihasilkan dari upaya mengatasi pandemi covid 19 terjadi dibanyak sektor selain kesehatan itu sendiri.

Di pertengahan April, sedikitnya 83.546 perusahaan di sektor formal terdampak pandemi covid 19, dengan total 1,5 juta pekerja di-PHK atau dirumahkan. Sedangkan, yang terdampak di sektor informal sebanyak 30.794 perusahaan, dengan lebih dari 443 ribu di-PHK atau dirumahkan. Produksi dan konsumsi nasional yang menopang PDB terdisrupsi di berbagai sektor usaha.

Wakil Ketua Umum Partai NasDem, Ahmad M Ali mengatakan situasi yang saat ini terjadi akan mengkhawatirkan jika tidak ada mitigasi dan langkah terukur yang segera diambil.

“Yang terjadi saat ini bukan hanya stok bahan baku terbatas yang dialami industri. Negara buyer pun menunda pembeliannya bahkan ada yang bersiap menghentikan pesanan. Kalau tidak ada langkah bersama baik di nasional maupun internasional, akan lebih banyak lagi penderitaan yang dihadapi teman-teman pengusaha dan pekerja. Produksi nasional benar-benar terganggu,” katanya.

BACA JUGA: Akibat Ulah Pengepul, Harga Jagung Terus Anjlok

Dia menjelaskan perlu ada insentif yang benar-benar menyasar keberlangsungan usaha. Menurutnya, problem yang dihadapi dunia usaha selain soal pajak penghasilan yang sudah pasti turun karena pembelian juga menurun, adalah soal likuiditas keuangan. Apalagi banyak penerimaan yang semestinya dibukukan perusahaan menjadi tertunda atau batal.

“Keringanan pajak dan relaksasi kredit UMKM yang ditetapkan Perppu 1/2020 itu bagus. Namun belum cukup untuk tetap bisa menggerakkan usaha. Harus ada insentif yang diberikan untuk membantu kelancaran likuiditas usaha. Hal ini bisa disampaikan melalui bank sebagai leverage dunia usaha” ucapnya.

Ahmad Ali yang juga Ketua Fraksi NasDem DPR RI mengatakan, dunia usaha akan sangat terbantu jika Bank Indonesia memberikan dukungan terhadap bank komersial sasaran. Hal ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan Bank Indonesia benar-benar tepat sasaran.

“BI bisa misalnya memberikan sokongan dana pinjaman berbunga rendah, misalnya 4% per tahun, bagi bank yang mengelola kredit UMKM. Dengan proyeksi perbaikan ekonomi nasional secara bertahap pada tahun 2021-2022, BI bisa mensupport bank dengan tenor paling cepat 18 bulan dan skema pembayaran bunga per triwulan,” dia mencontohkan.

Ali mengatakan dengan kebijakan moneter dari Bank Indonesia yang demikian setidaknya pengusaha akan memiliki ruang keuangan perusahaan yang lebih fleksibel untuk mendukung keberlangsungan usaha. Dengan kebijakan moneter yang demikian maka menurutnya APBN juga tidak akan terganggu.

“Jika BI mengeluarkan kebijakan moneter seperti saya sebutkan, setidaknya pengusaha akan terbantu untuk memperoleh pembebasan pembayaran bunga dan angsuran pokok selama satu tahun dari bank. Atau di lain pihak akan memperoleh bantuan berupa pengurangan bunga bank menjadi 6% per tahun selama 1 tahun,” paparnya.

Dia menegaskan, di banyak negara yang mengalami penurunan ekonomi tajam, bank sentral negara juga aktif mengajukan langkah-langkah penanganan potensi bahaya ekonomi yang lebih dalam. Bank Sentral secara aktif mengeluarkan kebijakan moneter yang terukur yang diharapkan dapat membantu kembalinya suasa ekonomi negara.

BACA JUGA: Permendag Kayu Bikin Sentimen Negatif

“Bukan hanya Amerika yang bank sentralnya aktif dalam penanganan ekonomi akibat pandemi. Inggris, Jerman, Prancsil dan lainnya pun demikian. Alternatif kebijakan memberi sokongan pinjaman berbunga rendah dan pembebasan pembayaran bunga dan pokok pinjaman oleh pengatur sistem moneter ini lebih menjanjikan sesuai dengan karakter usaha di Indonesia,” tegasnya.

Politisi NasDem ini berharap, Bank Indonesia dapat segera menerapkan kebijakan moneter yang tepat sasaran dan memiliki dampak bagi kelangsungan usaha.

“Kita butuh ekonomi kita segera bergerak begitu angka pandemi ini melandai. Sebisa mungkin BI harus cepat mengeluarkan kebijakan moneter yang dimaksud,”

World economic outlook, yang dikeluarkan IMF April 2020, merevisi proyeksi pertumbuhan PDB Indonesia hanya menjadi 0,5% ditahun 2020 dari sebelumnya 5,1%. Demikian juga angka pengangguran yang dikoreksi dari 5% menjadi 7,5%. Kondisi yang demikian bukan hanya terjadi di Emerging Country seperti Indonesia. Melainkan juga terjadi pada negara-negara Established Country, BRICS, dan G7.

Menurut legislator Sulawesi Tengah ini, proyeksi ekonomi yang mengalami penurunan harus disikapi dengan strategi yang matang dan terukur oleh setiap negara. Indonesia tidak boleh tertinggal untuk mengerapkan strategi baik yang harus diimplementasikan didalam negeri maupun dengan kerjasama luar negeri.

“Perhitungan proyeksi para ekonom dalam skema optimis maupun pesimis menunjukan penurunan PDB di semua negara terdampak covid baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini karena kesalinghubungan ekonomi dunia. Karena itu negara-negara mulai berkonsentrasi menjalankan sistem pertahanan ekonomi masing-masing tanpa mengesampingkan perubahan faktor global,” ujarnya.

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com