News . 02/05/2020, 03:51 WIB

Pemerintah Harus Hati-hati Cetak Uang Baru Rp 600 Triliun

Penulis : Admin
Editor : Admin

JAKARTA - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan untuk penanganan pandemik COVID-19 membolehkan pemerintah mencetak uang baru. Badan Anggaran (Banggar) DPR RI mengusulkan kepada pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang hingga Rp600 triliun. Salah satu risikonya adalah inflasi tinggi dan daya beli masyarakat menurun.

"Saran saya hati-hati. Sebab uang baru akan mendorong inflasi yang tinggi dan membuat rakyat kehilangan daya beli. Saya pikir pemerintah harus hati-hati dalam rencana ini," kata Wakil Ketua MPR RI Syariefuddin Hasan di Jakarta, Jumat (1/5).

Salah satu tujuan mencetak uang baru adalah menyelamatkan ekonomi Indonesia dari dampak yang ditimbulkan wabah COVID-19. Banggar DPR melihat perlu pembiayaan yang besar untuk mengatasi pandemik virus Corona. Baik penanganan kesehatan maupun dampak ekonominya.

Syarief Hasan pun menyarankan pemerintah membatalkan anggaran di bidang infrastruktur dan anggaran ibu kota baru untuk membantu mengurangi defisit APBN. "Sebaiknya anggaran pemerintah untuk proyek-proyek infrastruktur dan anggaran untuk ibu kota baru dibatalkan saja. Agar anggarannya bisa dialihkan membantu APBN yang defisitnya semakin melebar," ucapnya.

Dia menambahkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 sebaiknya diganti dengan UU APBN-P Tahun 2020. Pihaknya menolak Perppu Nomor 1 Tahun 2020. Menurutnya, refocusing anggaran dan lainnya harus melalui APBN-P 2020.

Menanggapi hal itu, ekonom Bank Permata Josua Pardede mengingatkan deretan risiko jika Bank Indonesia (BI) mencetak uang hingga Rp600 triliun guna menopang pembiayaan COVID-19 seperti usulan DPR. Salah satunya inflasi yang tinggi.

Menurutnya, apabila terjadi inflasi, maka peredaran uang menjadi tinggi di masyarakat. Namun tidak diimbangi dengan pasokan produksi yang memadai. Akibatnya, harga barang akan melambung. Hingga akhirnya membuat daya beli masyarakat menurun.

"Sektor industri, juga mengurangi produksi. Karena harga barang yang tinggi. Imbasnya, industri atau perusahaan bisa mengurangi jumlah tenaga kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK)," kata Josua di Jakarta, Jumat (1/5).

Dampak lainnya, lanjut Josua, membuat perekonomian Indonesia merosot. Selain itu investasi di menjadi tidak menarik bagi investor. Apabila bank sentral mencetak uang dengan langkah yang tidak cermat, maka stabilitas rupiah menjadi anjlok. “BI juga menghindari kondisi seperti kejadian BLBI. Dimana banyak penyelewengan. Kita harus banyak belajar dari pengalaman. Langkah BI saat ini sudah tepat dengan tidak mencetak uang,” paparnya.

Adapun kebijakan yang diambil BI adalah dengan melakukan quantitative easing atau melonggarkan kebijakan moneter untuk menambah likuiditas perbankan. Hingga saat ini, BI sudah menginjeksi likuiditas sebesar Rp503,8 triliun yang diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ini, kata Josua, harus didukung dengan stimulus fiskal dari pemerintah. Karena kebijakan moneter dari BI tidak bisa langsung berdampak ke sektor riil.

Sebelumnya, Badan Anggaran DPR RI memberikan rekomendasi kepada BI salah satunya dengan mencetak uang Rp400-600 triliun karena skenario penganggaran pemerintah untuk menangani COVID-19 diperkirakan tidak mencukupi.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo mengalokasikan beberapa pos keuangan di APBN 2020. Ini sebagai dana tambahan penanganan penyebaran pandemi virus corona lewat Perppu Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID -19 yang diteken pada 31 Maret 2020 lalu.

Dengan regulasi itu, pemerintah akan melakukan penyesuaian besaran belanja wajib sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, juga melakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar fungsi, dan antar program di APBN 2020.

Selanjutnya, melakukan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran untuk kegiatan tertentu (refocusing), penyesuaian alokasi, pemotongan, serta penundaan penyaluran anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Sumber dana tambahan penanganan virus Corona juga akan berasal dari penerbitan surat utang.(rh/fin)

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com