News

Pemerintah Harus Lebih Tegas

fin.co.id - 20/04/2020, 09:39 WIB

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Pemerintah diminta untuk membuat kebijakan yang lebih tegas dalam upaya penanggulangan penyebaran COVID-19. Terutama memasuki bulan Mei yang diprediksi akan menjadi puncak COVID-19 di Indonesia.

Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengatakan pemerintah harus bisa menerapkan kebijakan yang lebih tegas lagi dalam upaya memutus rantai penyebaran COVID-19. Menurutnya terutama jelang Ramadan dan Idul Fitri yang dinilai akan ada peningkatan pergerakan orang antarwilayah.

"Warga di daerah yang tercakup dalam ketentuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) harus sungguh-sungguh mematuhi ketentuan PSBB," katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (19/4).

Terlebih Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito sebelumnya memprediksi puncak kasus positif COVID-19 di Indonesia terjadi pada awal Mei 2020 hingga awal Juni 2020. Estimasi pasien terpapar COVID-19 mencapai 95 ribu kasus. Artinya puncak kasus tersebut terjadi pada Ramadan dan Idul Fitri.

Dia pun mengatakan akan mendukung langkah tegas Pemerintah dalam menerapkan sanksi kepada warga yang tak mematuhi ketentuan dalam PSBB.

"Kita harus meningkatkan disiplin bersama yang lebih tegas untuk menjalankan social distancing, physical distancing, bersekolah di rumah, bekerja di rumah, beribadah di rumah, agar puncak penyebaran wabah dapat lebih cepat terjadi dan jumlah yang terpapar positif jauh lebih sedikit dibanding yang diprediksi," tutur politisi NasDem tersebut.

Senada diungkapkan Ketua MPR Bambang Soesatyo. Dia kembali menekankan agar kepala daerah memastikan masyarakat patuh dan konsisten dalam menerapkan PSBB.

"Ketidakmampuan komunitas internasional menghentikan penularan COVID-19 mendorong banyak negara, termasuk Indonesia, memulai pergulatan merespons resesi ekonomi. Artinya, pada periode sekarang ini, tiga masalah harus dikerjakan simultan pada saat yang sama," katanya.

Dijelaskannya, ada tiga masalah yang harus dikerjakan, yaitu merawat pasien COVID-19, pembatasan sosial untuk cegah-tangkal penularan, dan memulihkan perekonomian.

"Ketiganya sama-sama urgen dan strategis," tegasnya.

Menurutnya, jika masyarakat taat menerapkan PSBB, skala dan kecepatan penularan virus akan menurun dengan sendirinya. Hal tersebut akan berdampak dengan menurunnya jumlah pasien yang otomatis akan melonggarkan ketentuan PSBB. Dengan demikian kehidupan sosial akan kembali pulih dan mesin perekonomian nasional akan berjalan.

"Karena itu, semua pemerintah daerah harus 'all out' mendorong masyarakat patuh dan konsisten menerapkan pembatasan sosial. Masyarakat harus diingatkan bahwa pembatasan sosial yang konsisten menjadi modal awal pemulihan ekonomi dari resesi," ujarnya.

Politisi Golkar ini meminta terutama seluruh kepala daerah di Pulau Jawa berperan aktif akan masyarakatnya patuh. Sebab data Kementerian Perindustrian menyebutkan 75 persen dari total industri nasional berpusat di Jawa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi Pulau Jawa bagi pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 59 persen per-2019.

"Artinya, tingkat kepatuhan masyarakat di Pulau Jawa dalam menerapkan PSBB sangat menentukan kemampuan negara merespons resesi ekonomi. Jika kecepatan penularan COVID-19 tidak bisa diredam, penghentian aktivitas produksi sektor industri di Jawa akan berkepanjangan, dampak sosialnya tentu akan sangat serius," katanya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Pemerintah tak akan dapat bekerja sendiri dalam menangani penyebaran COVID-19.

Admin
Penulis
-->