JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengumumkan informasi perkembangan seleksi enam jabatan struktural terutama Deputi Penindakan KPK. Desakan ini dilayangkan lantaran ICW menilai proses seleksi selama ini dilakukan secara diam-diam.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, KPK hampir tidak pernah mempublikasikan perkembangan seleksi tersebut baik tahapan mau pun nama-nama pejabat yang mendaftar. Ia menyatakan, publik hanya mengetahui detail kecil terkait proses seleksi seperti informasi tujuh di antara pendaftar berasal dari kepolisian sementara empat lainnya dari kejaksaan.
"Kami meminta KPK membuka informasi mengenai proses tahapan dan nama-nama calon yang mengikuti seleksi Deputi Penindakan," ujar Kurnia dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Senin (30/3).
BACA JUGA: Lawan Covid-19, Politisi Demokrat Ini Semprot Disinfektan di 5 Kabupaten
Padahal, menurut Kurnia, sebagai lembaga yang menjadi pionir menerapkan prinsip transparansi dan tata kelola badan publik yang akuntabel, KPK sudah sepatutnya menjelaskan secara gamblang proses seleksi pejabat publik. Namun, ia menilai, Pimpinan KPK saat ini gagal memberikan contoh kepada lembaga publik lainnya dalam upaya menyediakan akses informasi."Padahal salah satu strategi mencegah kecurangan terjadi adalah dengan membuka informasi kepada masyarakat sebagai upaya check and balances," katanya.
Kurnia mengingatkan, dalam menjalankan tugas dan kewenangan, KPK berasaskan pada keterbukaan dan akuntabilitas sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 UU KPK. Dalam peraturan perundangan yang lain, yaitu UU 14/2008 tentang Keterbukaan informasi Publik, tidak ada alasan pengecualian pada pasal 17 yang mendasari proses seleksi Deputi Penindakan KPK merupakan informasi yang dikecualikan atau tertutup.
"Sehingga proses seleksi yang demikian tidak saja menyalahi asas dketerbukaan dan akuntabilitas dalam UU KPK, tetapi juga mengabaikan prinsip keterbukaan dalam UU KIP," katanya.
BACA JUGA: Jokowi akan Lakukan Pembatasan Sosial Skala Besar Hingga Darurat Sipil
Dengan proses seleksi yang terkesan tertutup ini, ICW khawatir akan semakin menambah kecurigaan adanya agenda terselubung untuk menempatkan pejabat tertentu di KPK yang sesuai dengan keinginan pihak-pihak tertentu, baik itu karena faktor jejaring individu, jaringan kelompok politik maupun arahan dari pihak tertentu yang tengah berkuasa. ICW kemudian membandingkan dengan proses seleksi Deputi Penindakan pada 2018 ketika Ketua KPK saat ini Firli Bahuri terpilih sebagai Deputi Penindakan KPK.Saat itu, kata Kurnia, informasi mengenai tahapan dan calon disampaikan oleh KPK. Bahkan KPK meminta bantuan lembaga lain, salah satunya Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam konteks menggali rekam jejak setiap calon. Menurutnya, hal itu berbeda dengan proses seleksi saat ini di mana PPATK tidak dilibatkan sama sekali.
"Kami juga mendesak KPK melibatkan lembaga lain yang kompeten, terutama PPATK untuk menggali informasi mengenai transaksi keuangan dan menguji integritas dari setiap calon yang mendaftar," tutur Kurnia.
BACA JUGA: Covid di Kabupaten Bogor: Tambah Tiga Pasien Baru, Dua Sembuh
Kurnia menyatakan, posisi Deputi Penindakan KPK memiliki peran sentral dalam proses penanganan perkara korupsi. ICW khawatir jika posisi tersebut diisi oleh orang yang tidak memiliki integritas dan kapasitas yang memadai akan semakin menggerus kepercayaan publik terhadap KPK.Hal ini semakin mengkhawatirkan lantaran mayoritas calon Deputi Penindakan yang telah diketahui publik berasal dari institusi penegak hukum. Tak tertutup kemungkinan, jika Deputi penindakan KPK diisi oleh aparat penegak hukum akan terjadi potensi konflik kepentingan, terutama ketika KPK mengusut perkara korupsi di institusi penegak hukum tersebut.
"Untuk itu, kami mendesak Pimpinan KPK menunjukkan integritas, profesionalitas dan reputasi yang baik dalam keputusan-keputusan yang diambil dan mengikat kelembagaan KPK, termasuk dalam proses seleksi Deputi Penindakan KPK agar KPK tidak semakin kehilangan kepercayaan publik di kemudian hari," katanya.
Dikonfirmasi mengenai hal ini, Ketua KPK Komjen Pol Firli Bahuri menegaskan proses seleksi enam jabatan struktural, termasuk Deputi Penindakan telah sesuai dengan aturan perundang-undangan. Selain proses tahapan-tahapan seleksi seperti tes kompetensi dan lainnya, KPK juga melakukan penelusuran rekam jejak para calon dengan melibatkan lembaga lain.
BACA JUGA: Jaga Kebersihan Sekolah, Siagakan Guru Piket
"Jadi semuanya sesuai dengan ketentuan yang mengatur tentang Sumber Daya Manusia KPK," kata Firli.Sementara itu, Pelaksana Tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, berbarengan dengan Deputi Penindakan, lembaga antirasuah juga tengah melakukan proses seleksi untuk mengisi tiga jabatan lain yakni Deputi Informasi dan Data, Direktur Penyilidak, dan Kepala Biro Hukum. Ia pun menyatakan, KPK telah menyampaikan informasi mengenai asal institusi peserta, mekanisme seleksi, hingga tahapan yang berlangsung secara terbuka kepada publik.
Khusus seleksi Deputi Penindakan, dikatakan Ali Fikri, pihaknya telah menyampaikan terkait identitas 11 peserta seleksi yang berasal dari kepolisian dan kejaksaan kepada publik.
Ia menuturkan, tahapan seleksi tes potensi dan asesmen telah dilakukan dalam kurun 5 hingga 12 Maret 2020 lalu. Saat ini KPK masih menunggu hasil seleksi tahapan tersebut dan, Ali memastikan, perkembangannya akan disampaikan kepada publik.
"Peserta yang nantinya dinyatakan lulus tes tertulis tersebut akan mengikuti tahap wawancara dan tes kesehatan. Jadwalnya akan kembali kami perbarui untuk diinformasikan kepada publik," tuturnya.