News . 17/03/2020, 02:52 WIB

Stop! Pemeriksaan WP KPK

Penulis : Admin
Editor : Admin

JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi meminta Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan pemeriksaan terhadap Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap. Yudi dilaporkan ke Dewas atas tuduhan pelanggaran kode etik menyangkut penyebaran informasi pengembalian Penyidik KPK yang dipekerjakan, Kompol Rossa Purbo Bekti, ke Mabes Polri.

Perwakilan koalisi sekaligus Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai Dewan Pengawas KPK keliru jika tetap memutuskan untuk memeriksa Yudi. Pasalnya, menurut dia, informasi ketidakjelasan status Kompol Rossa di KPK merupakan suatu fakta mengenai adanya indikasi pelanggaran yang semestinya ditindaklanjuti secara serius.

"Sulit rasanya bagi publik untuk tidak mengaitkan kejadian yang menimpa Kompol Rossa dengan proses penyidikan KPK terhadap salah seorang mantan calon legislatif PDIP Harun Masiku," ujar Kurnia kepada wartawan, Senin (16/3).

Kurnia menyebutkan, proses pemulangan Kompol Rossa yang terkesan memaksa dilakukan Pimpinan KPK beberapa saat usai insiden di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) saat rangkaian Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan berlangsung.

BACA JUGA: Antrean Mengular Parah, DPRD Kritik Kebijakan Anies Batasi Angkutan Umum

Selain itu, Kurnia juga menilai pemanggilan yang dilakukan Dewan Pengawas KPK terhadap Yudi penuh kejanggalan. Ada beberapa hal yang mendasari penilaian Kurnia tersebut. Pertama, pernyataan Yudi semestinya dipandang sebagai wujud keterbukaan, akuntabolitas, dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang selama ini ada di KPK.

"Tidak hanya itu, Dewan Pengawas seharusnya memahami bahwa KPK merupakan institusi yang menunjung tinggi nilai demokrasi. Sehingga tidak tepat jika pihak-pihak yang menyuarakan persoalan yang ada di internal KPK justru malah dijatuhkan sanksi," tutur Kurnia.

Kedua, sambungnya, hal-hal yang disampaikan Yudi merupakan suatu fakta yang tidak terbantahkan bahwa ada potensi pelanggaran kode etik oleh Pimpinan KPK. Misalnya, Pimpinan KPK tetap memaksakan untuk memulangkan Kompol Rossa ke instansi Polri. Padahal, yang bersangkutan baru akan mengakhiri masa tugasnya pada September 2020 di KPK.

"Tak hanya itu, Kompol Rossa pun belum menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya di KPK, salah satunya penyidikan yang melibatkan tersangka Harun Masiku," lanjut Kurnia.

Hal fatal lainnya, dikatakannya, Pimpinan KPK memulangkan Kompol Rossa tanpa adanya persetujuan dari Pimpinan Polri. Ini diketahui dari pemberitaan di berbagai media bahwa terdapat dua surat dari Polri yang menegaskan bahwa Kompol Rossa masih tetap dipekerjakan di KPK.

BACA JUGA: Blunder! Antrian Panjang di Halte TransJakarta, Warga Marah-marah Anies Baswedan di Twitter

"Sehingga narasi yang selama ini diucapkan oleh Pimpinan KPK bahwa terdapat surat permintaan dari Polri semestinya dapat diselidiki kebenarannya oleh Dewan Pengawas," ucap Kurnia.

Lebih lanjut, menurut dia, upaya yang dilakukan Yudi terkait polemik Kompol Rossa seharusnya dipandang sejalan dengan ketentuan yang tercantum dalam Kode Etik Pegawai KPK. Dalam huruf D angka 2 peratuean a quo bagian Profesionalisme disebutkan, setiap pegawai harus menolak keputusan, kebijakan, atau instruksi atasan yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Untuk itu, kata Kurnia, langkah itu tidak semestinya dipandang sebagai pembangkangan terhadap institusi KPK.

Atas hal itu, Kurnia menyatakan, koalisi menuntut agar Dewan Pengawas KPK menghentikan proses pemeriksaan terhadap Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo. Selain itu, tambahnya, koalisi juga mendesak Dewan Pengawas KPK menyelidiki temuan yang disampaikan oleh Ketua Wadah Pegawai KPK dengan memanggil dan meminta keterangan Pimpinan KPK.

Yudi diduga dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK oleh Penasihat KPK Ian Shabir. Terkait hal ini, Yudi menanggapi santai laporan tersebut. Ia menyatakan, upayanya dalam membela Kompol Rossa tak akan terpengaruh dengan adanya laporan tersebut.

BACA JUGA: Banten Darurat Corona, Paud hingga Universitas Diliburkan

Kendati demikian, ia mengaku belum bisa berkomentar banyak lantaran pemeriksaan yang sejatinya dilakukan hari ini ditunda hingga Rabu (18/3).

"Klarifikasi oleh Dewas hari ini ditunda ke hari Rabu jam 10.00 WIB," kata Yudi ketika dikonfirmasi.

Rossa diketahui dipulangkan ke Mabes Polri pada 21Januari 2020. Per 1 Februari 2020, ia sudah tak lagi bertugas di KPK sebagai penyidik. Pengembalian Rossa disebut dilakukan lantaran terdapat surat penarikan dari Polri. Sejak saat itu pula, Rossa sudah tak menerima fasilitas gaji dari KPK.

Namun, Polri menyatakan telah mengirimkan surat pembatalan penarikan Rossa ke KPK. Surat itu diterima Pimpinan KPK pada 28 Januari 2020. Rossa disebut bakal tetap bertugas di KPK hingga masa tugasnya berakhir hingga September 2020 mendatang. Hanya saja, KPK tetap pada keputusan awal untuk memulangkan Rossa dari tugasnya sebagai penyidik yang dipekerjakan.

Yudi diketahui merupakan salah satu pegawai KPK yang kerap menyuarakan dugaan adanya kejanggalan dalam pemulangan Rossa. Ia, bersama Wadah Pegawai KPK, juga telah bereaksi keras atas pemberhentian rekannya tersebut dengan melaporkan pimpinan mereka ke Dewan Pengawas atas keputusan tersebut. (riz/gw/fin)

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com