News . 17/03/2020, 09:30 WIB

MUI: Salat Jumat Tak Wajib

Penulis : Admin
Editor : Admin

JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terkait Salat Jumat di tengah mewabahnya virus corona (COVID-19). Fatwa Nomor 14/2020 menjelaskan ibadah yang dilakukan dan berpotensi menularkan wabah corona agar diganti demi keselamatan bersama.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam menjelaskan, fatwa yang berisi sembilan diktum ini merupakan upaya pihaknya dalam mencegah perluasan wabah virus corona. Belakangan memang masjid atau majelis taklim disinyalir jadi salah satu media penyebaran virus asal Provinsi Hubei, Tiongkok ini.

"Ini sebagai wujud kontribusi keagamaan Majelis Ulama Indonesia guna 'hifzu nafsi' dan juga mencegah peredaran dan juga perluasan wabah di masyarakat semata untuk kepentingan perlindungan masyarakat," terangnya di Aula Buya Hamka, Kantor MUI Pusat, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Senin (16/3).

MUI mengharamkan orang yang positif terpapar corona melaksanakan Salat Jumat. Ibadah mingguan ini, kata Asrorun, bisa diganti dengan salat harian, yakni Salat Zuhur. Selain Salat Jumat, aktivitas ibadah sunah dan wajib berjamaah di masjid juga dihukumi haram bagi positif covid-19.

"Baginya haram melakukan aktivitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan seperti jamaah salat lima waktu atau rawatib salat tarawih di masjid tempat umum lainnya serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar," kata Asrorun.

MUI juga mewajibkan positif covid-19 menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain. Sementara bagi masyarakat umum, MUI mewajibkan mereka menjaga kesehatan serta menjauhi hal-hal yang berpotensi menularkan virus tersebut.

"Karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama," imbuhnya.

Bagi orang sehat, MUI juga menetapkan beberapa ketentuan agar terhindar dari paparan virus yang ditemukan akhir tahun 2019 ini. Pertama, mereka boleh mengganti salat Jumat dengan salat Zuhur di rumah. Namun, ketentuan ini hanya berlaku di kawasan yang potensi penularannya tinggi.

"Dalam hal ia berada di suatu kawasan, yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus Corona seperti tidak kontak fisik langsung, membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun," kata Asrorun.

Dalam fatwa itu, MUI turut memperingatkan umat Islam agar tidak menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan banyak masa. Aktivitas itu seperti pengajian umum dan majelis taklim.

Selain memuat ketentuan hukum ibadah saat wabah Corona, fatwa ini juga memuat hukum penimbunan. Dengan tegas, Asrorun menjelaskan, hukum menimbun bahan pokok dan masker adalah haram.

"Tindakan yang menimbulkan dan dan atau menyebabkan kerugian publik seperti memborong dan menimbun bahan kebutuhan pokok serta menimbun masker hukumnya haram," bunyi diktum kesembilan fatwa tersebut.

Imam Besar Masjid Istiqlal Profesor Nasaruddin Umar menyambut baik fatwa tersebut. Meski menurutnya fatwa MUI ini agak terlambat.

"Saya menunggu-nunggu fatwa itu, saya sampaikan fatwa itu tidak boleh terlambat. Kan lebih baik mencegah daripada mengobati," ujarnya.

Lebih lanjut, Nasaruddin menjelaskan, hukum wajib dalam ibadah haji saja bisa gugur bilamana terjadi persoalan. Apalagi salat berjamaah yang kedudukan hukumnya sunah. Karenanya, ia meyakini fatwa ini bisa menjawab kebingungan umat Islam.

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com