JAKARTA - Sejumlah pihak mendesak pemerintah segera menarik RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dari DPR RI. Hal ini disebabkan adanya salah ketik pada draf tersebut. Namun, pemerintah bersikukuh tidak akan menariknya. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan menekankan pembahasan dan revisi dilakukan di DPR RI.
"Ini bukan barang yang sudah selesai. Artinya perlu pembahasan di DPR RI. Saya katakan pembahasan ini sangat luas. Jika mau ada perbaikan, proses ada di DPR," ujar Airlangga di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (28/2).
Dia menegaskan dalam proses pembahasan undang-undang, ada yang namanya rapat dengar pendapat umum. Seluruh proses itu berlangsung di DPR RI. Airlangga menyampaikan seandainya ada permohonan dari DPR untuk memperbaiki draf RUU tersebut, maka ada mekanisme dan proses yang berlaku. Seperti daftar inventarisasi masalah dari masing-masing fraksi.
Permintaan penarikan RUU tersebut datang dari Partai Gerindra hingga pakar hukum tata negara. Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyebut pemerintah akan menunggu keputusan DPR. Dia memaklumi berbagai pihak meminta agar draf tersebut ditarik pemerintah. "Memang ada permintaan penarikan itu, saya kira bisa saja. Tapi prosedurnya menyampaikan ke DPR. Nanti DPR yang melakukan rapat dengar pendapat. Apa nanti keputusan dari DPR, kita tunggu saja," jelasnya.
Draf yang disebut ada salah ketik tersebut ada pada Pasal 170. Di mana peraturan pemerintah (PP) dapat mengubah undang-undang (UU). Sekjen Gerindra Ahmad Muzani meminta pemerintah memperbaiki salah ketik di draf tersebut. Usai perbaikan, pemerintah dapat mengembalikan draf tersebut kepada DPR. "Saya pikir pemerintah kalau memang ada salah ketik, segera diperbaiki. Saya berharap ada pembetulan dan diajukan susulan," ujar Muzani.
Selain Gerindra, permintaan penarikan draf itu juga disampaikan guru besar ilmu hukum UI, Hikmahanto Juwana. Menurutnya, seharusnya Kementerian Hukum dan HAM memastikan RUU Omnibus Law Cipta Kerja sesuai dengan koridor konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hikmahanto itu menganggap RUU tersebut tidak sesuai dengan instruksi Presiden. "Dalam konteks demikian tentu masukan tidak bisa dilakukan pasal per pasal RUU yang ada di tangan DPR. Ini karena secara fundamental RUU sudah tidak sesuai dengan keinginan Presiden. Karenanya pemerintah perlu menarik kembali dan memperbaiki RUU Ciptaker," jelas Hikmahanto.(rh/fin)