Ketua MA Cabut SEMA No 2

fin.co.id - 29/02/2020, 01:15 WIB

Ketua MA Cabut SEMA No 2

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan mendapat respon negatif sejumlah kalangan. Tak ingin terus berpolemik, SEMA No.2/20 tersebut akhirnya dicabut.

Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Hatta Ali telah memerintahkan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum MA Prim Haryadi untuk mencabut SEMA No.2/2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan.

Aturan menuai polemik karena melarang pengambilan foto, rekaman suara, rekaman TV tanpa seizin ketua pengadilan. Aturan itu tertuang dalam poin ketiga dari 12 poin SEMA yang ditandatangani Direktur Jenderal Badan Peradilan Hukum Pim Haryadi pada tanggal 7 Februari 2020.

BACA JUGA: Polisi Gerebek Pabrik Masker Ilegal, Omzet Ratusan Juta Perhari

"Benar (memerintahkan dicabut) mas," ujar Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi, Jumat (28/2).

Dikatakan Andi, Ketua MA Hatta Ali dan jajaran MA telah meneliti lebih dalam SEMA tersebut. Hasilnya, Ketua MA memerintahkan untuk mencabutnya.

"Ternyata setelah diteliti itu sudah diatur, dan itu sudah diperintahkan untuk mencabut," kata Andi.

Diterangkan Andi, dasar pencabutan SEMA tersebut karena sudah terdapat aturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

"Saya sudah baca. Karena itu sudah diatur KUHAP, sudah diatur dalam PP 27 tahun 1983 itu kan dalam rangka ketertiban persidangan untuk kelancaran tertibnya persidangan," katanya.

Jika tak segera dicabut Ketua MA, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara menilai SEMA justru menihilkan kewenangan Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan perkara. Sebab, ketertiban di ruang sidang adalah tanggung jawab dari Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut.

"Izin dari Ketua Pengadilan baru relevan jika para pengunjung sidang termasuk media massa membawa peralatan yang pada dasarnya akan mengganggu tidak hanya persidangan namun pengadilan secara keseluruhan," jelasnya.

BACA JUGA: One Piece Chapter 973 Tunda Rilis

Anggara mengatakan pihaknya melihat, aturan ini berat sebelah. Sebab jika diberlakukan maka MA harus menjamin setiap pengadilan wajib mengeluarkan materi terkait dengan persidangan yang sedang berlangsung baik dalam bentuk foto, gambar, audio, dan rekaman visual lainnya yang bisa diakses masyarakat secara bebas.

"Sekadar melarang tanpa mewajibkan setiap pengadilan mengeluarkan materi terkait dengan persidangan, maka dalam pandangan ICJR hal ini adalah kesewenang-wenangan dari Mahkamah Agung," katanya.

Anggara juga mengatakan, larangan tersebut akan berdampak pada kerja para Advokat yang membutuhkan dokumentasi materi persidangan, sebagai bahan pembelaan secara maksimal. Secara lebih luas, larangan ini akan berdampak serius terhadap akses keadilan masyarakat dan mereduksi keterbukaan informasi yang juga diwajibkan oleh hukum yang berlaku di Indonesia.

Respon negatif sebelumnya juga dilontarkan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati.

"YLBHI berpendapat bahwa Larangan memfoto, merekam, dan meliput persidangan tanpa izin ketua pengadilan akan memperparah mafia peradilan yang selama ini dalam banyak laporan sangat banyak ditemukan," ujarnya dalam keterangan pers, Kamis (27/2).

BACA JUGA: Takut Meledak, Tempat Penampungan Sampah Pasar Curug Segera Dipindah

Asfinawati mengatakan, pelarangan mengambil gambar dan merekam suara bertentangan dengan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjamin kerja-kerja jurnalistik dalam memperoleh informasi dan menyebarluaskannya kepada masyarakat.

"Apalagi terdapat ancaman pemidanaan di dalamnya. Ancaman pidana yang ada dalam surat edaran tersebut sudah terdapat dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, sehingga tidak pada tempatnya dicantumkan dalam eurat edaran ini," katanya.

Selain itu, dalam surat edaran itu juga menyebutkan bahwa mengambil gambar, merekam, dan meliput persidangan tanpa izin adalah ranah hukum administrasi yang dihubungkan dengan sesuatu perbuatan yang dilarang. Sedangkan mengambil gambar, merekam, dan meliput tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang dilarang.

Admin
Penulis