JAKARTA - Pilkada Serentak akan segera digelar pada 23 September 2020 mendatang. Sejumlah partai politik (parpol) sudah menyiapkan kandidat untuk bertarung memperebutkan kursi kepala daerah. Termasuk PDIP. Partai pemenang pemilu 2019 itu, hari ini (19/2) akan mengumumkan 50 pasangan bakal calon kepala daerah (cakada).
Pengumuman itu akan disampaikan langsung oleh Ketua Umum DPP PDI Megawati Soekarnoputri. Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan pengumuman pasangan calon kepala daerah tersebut direncanakan pada Rabu (19/2) pukul 14.00 WIB di Kantor DPP PDI Perjuangan di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. "Saya belum bisa sebutkan. Rencananya besok (hari ini, Red) ketua umum yang akan menyampaikannya," kata Hasto di Sidoarjo, Jatim, Selasa (18/2). Salah satu yang akan diumumkan adalah calon untuk Kabupaten Ngawi.
Seperti diketahui, Pilkada serentak digelar pada 23 September 2020. Pesta demokrasi ini akan berlangsung di 270 daerah. Yakni sembilan provinsi, 224 kabupaten serta 37 kota. Pilkada serentak 2020 ini seharusnya diikuti 269 daerah. Tetapi, menjadi 270 karena Pilkada Kota Makassar diulang pelaksanaannya.
Khusus di Jawa Timur, ada 19 kabupaten/kota yang akan menggelar Pilkada. Dari jumlah itu, PDIP menarget kemenangan di 13 daerah. “Ada 19 Pilkada di Jatim. PDIP harus menang di 13 wilayah," jelas Hasto.
Menurut dia, target tersebut bukan merupakan arogansi partainya. Sebaliknya proses menuju pesta demokrasi 2024. Dia meminta seluruh kader bekerja keras, dan sungguh-sungguh memenangkan sesuai target yang ditetapkan partai.
Sementara itu, Ketua KPU RI Arief Budiman meminta penyelenggara di daerah bertugas dengan menggunakan prinsip kemandirian. Tujuannya untuk menjaga kepercayaan publik. Terutama pada Pilkada 2020. "Kemandirian itu harus dijaga. Ini ditunjukkan saat membuat kebijakan dan keputusan. Tetapi, tidak berdasarkan pesanan pihak lain," tegas Arief Budiman di Jakarta, Selasa (18/2).
Dia menegaskan kerja KPU tidak berdasarkan tekanan atau iming-iming dari pihak di luar lembaga penyelenggara pemilu tersebut. "Saya minta provinsi, kabupaten/kota bekerja dengan transparan. Publik bisa mengakses, bisa melihat, bisa tahu apa kebijakan yang diambil KPU. Jangan bekerja secara tertutup," ucapnya.
Dia mengakui, pasca operasi tangkap tangan salah seorang mantan Komisioner Wahyu Setiawan, kepercayaan publik terhadap lembaga yang dipimpinnya sedikit menurun. Namun hal itu tidak membuat KPU sama sekali tidak lagi dipercaya. "Survei tentang kepercayaan KPU masih cukup tinggi. Kalau dulu kepercayaannya selalu di atas 80 persen, yang terakhir saya baca di beberapa tempat menurun. Tetapi masih di atas 70 persen," paparnya.
Arief memastikan kejadian OTT KPK beberapa waktu lalu hanyalah tindakan oknum. Sehingga tidak ada hubungannya dengan lembaga, kebijakan-kebijakan maupun aturan yang dibuat KPU. "Artinya kebijakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan," jelasnya.
Lembaga KPU bentuknya bersifat kolegial. Setiap keputusan diambil dengan cara pleno. Karena itu tidak bisa kepentingan pribadi atau oknum bisa menggangu KPU. "Kami ingatkan kembali soal kolektif kolegial. Jadi kalau perorangan itu urusan pribadi. Namun, kebijakan dan keputusan KPU keluar dari rapat pleno," bebernya.(rh/fin)