News . 18/02/2020, 12:34 WIB
JAKARTA - Muhtar Ependy yang merupakan orang dekat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dituntut 8 tahun penjara ditambah denda Rp450 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap Rp16,427 miliar dan 816.700 dolar AS terkait sengketa Pilkada Kota Palembang dan Kabupaten Empat Lawang serta melakukan tindak pidana pencucian uang.
”Menyatakan terdakwa Muhtar Ependy telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan gabungan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan bersama-sama. Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa selama 8 tahun penjara ditambah pidana denda sebesar Rp450 juta subsider 6 bulan kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Iskandar Marwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (18/2) malam.
Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 12 huruf c UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP pidana Jo pasal 65 ayat 1 KUHP dan pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
”Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung tidak mendukung upaya pemerintah dan masyarakat yang sedang giat-giatnya melakukan upaya pemberantasan korupsi, terdakwa tidak menyesali perbuatannya, terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan berbelit-belit, perbuatan terdakwa bersamaan Akil Mochtar merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan khusus dan Mahkamah Konstitusi, terdakwa pernah dihukum. Hal-hal meringankan terdakwa mempunyai tanggungan istri dan anak," papar jaksa Iskandar.
Romi dan pasangannya lalu mengajukan keberatan ke MK dan Akil Mochtar ditetapkan menjadi ketua panel bersama dengan dua hakim anggota, yaitu Maria Farida Indrati dan Anwar Usman. Romi kemudian meminta tolong kepada orang dekat Akil, yaitu Muhtar Ependy. Selanjutnya Muhtar Ependy menyampakan permintaan Romi kepada Akil yang dijawab Akil agar Romi menyiapkan sejumlah uang dan disanggupi oleh Romi.
Sedangkan terkait penerimaan hadiah dari Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri dan istrinya Suzana Budi Antoni berawal dari gugatan pilkada yang diajukan oleh Bupati Empat Lawang Petahana Budi Antoni Aljufri dan pasangannya Syahril Hanafiah ke MK pada 17 Juni 2013 karena kalah dari pasangan Joncik Muhammad dan Ali Halimi.
Gugatan itu kemudian ditangani oleh Akil Mochtar sebagai ketua merangkap anggota hakim panel bersama Maria Farida Indrati dan Anwar Usman sebagai hakim anggota. Dalam sidang pertama pada 25 Juni 2013, Budi dihubungi Muhtar Ependy yang mengaku sebagai konsultan pilkada dan punya hubungan dekat dengan Akil Mochtar. Dalam dua kali pertemuan keduanya, Muhtar pun menjanjikan bahwa Budi pasti akan menang karena akan dibantu oleh Akil Mochtar.
Lewat Muhtar, Akil meminta uang sejumlah "10 mpek-mpek" yang maksudnya adalah Rp10 miliar. Uang akan diserahkan melalui Wakil Pimpinan Bank Kalbar PT BPD Kalbar Cabang Jakarta benama Iwan Sutaryadi. Atas permintaan Muhtar itu, Budi menyetujuinya dan menyampaikan bahwa akan mengantarkan uang tersebut adalah Suzana Budi Antoni.
Uang Rp10 miliar diberikan kepada Iwan pada 5 Juli 2013 melalui Suzana dalam dua koper di Bank Kalbar PT BPD Kalbar Cabang Jakarta. Pada 8 Juli 2013, sebelum putusan sela diucapkan oleh Akil, Budi diberitahu oleh Muhtar bahwa putusan sela akan dibacakan berisi penghitungan ulang kotak suara 38 TPS di 10 desa pada Kecamatan Muara Pinang.
Namun beberapa hari kemudian, Muhtar menyampaikan permintaan Akil kepada Budi Antoni Aljufri bahwa Akil Mochtar meminta tambahan uang sebesar Rp5 miliar. Kemudian Budi Antoni Aljufri meminta Suzana Budi Antoni untuk memberikan uang sebesar 500 ribu dolar AS atau setara Rp5 miliar kepada Muhtar Ependy danmeminta bantuan Fauzi untuk menyerahkan uang tersebut kepada Muhtar dengan cara dititipkan ke Iwan Sutaryadi.
Muhtar pun mengambil uang itu pada 17 Juli 2013 yang terbungkus dalam kardus dan diserahkan ke Akil Mohtar di di rumah dinas Ketua MK RI Jl. Widya Chandra III Nomor 7 Jakarta Selatan sedangkan sisanya sebesar Rp5 miliar disetorkan oleh Iwan secara bertahap ke rekening tabungan Muhtar Ependy.
Hasilnya, pada 31 Juli 2015, Akil membatalkan Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Empat Lawang Di Tingkat Kabupaten Oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Empat Lawang dan menjadikan pasangan Budi Antoni dan Syahril Hanafiah memenangi pilkada dengan mendapat 63.027 suara.
Selanjutnya menempatkan uang keseluruhan berjumlah Rp11,093 miliar, mentransfer uang seluruhnya berjumlah Rp7,38 miliar, membelanjakan atau membayarkan bahan baju hyget 5 juta pieces dengan harga Rp500 juta, pembelian kendaraan bermotor roda empat sejumlah 25 unit, kendaraan bermotor roda dua sejumlah 31 unit seharga Rp5,326 miliar.
Kemudian pembelian tanah di kabupaten Bengkayang seharga Rp1,2 miliar tanah di Sukabumi Rp50 juta, tanah dan bangunan di Kemayoran Rp1,35 miliar, 1 bangunan di Cempaka Putih senilai Rp3,5 miliar dan tanah di Kebumen senilai Rp217 juta dan perbuatan lain atas harta kekayaan yaitu Rp1 miliar.
Muhtar Ependy adalah terpidana sejak 5 Maret 2015 yang sedang menjalani vonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider kurungan selama 3 bulan karena dinyatakan terbukti bersalah mempengaruhi saksi dan memberikan keterangan tidak benar dalam penyidikan dan persidangan perkara korupsi dan tindak pidana pencucian uang Akil Mochtar. (dbs/fin/ful)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com