News . 30/01/2020, 02:31 WIB

Virus Corona Menular Lewat Kelelawar

Penulis : Admin
Editor : Admin

JAKARTA - Menindaklanjuti laporan kasus virus Corona jenis baru (2019-nCoV), Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menyampaikan perlunya langkah-langkah kewaspadaan di Indonesia. Berdasarkan analisa genetik dari virus penyebab Pneumonia ini menunjukkan adanya kedekatan kekerabatan dengan Coronavirus yang ditemukan pada kelelawar.

Dirjen PKH I Ketut Diarmita menjelaskan selain itu, berdasarkan hasil investigasi sementara menunjukkan hasil analisa genetik virus 2019-nCoV memiliki kedekatan dengan penyebab penyakit pernafasan yang sebelumnya mewabah yaitu SARS (severe acute respiratory syndrome) dan MERS-CoV (Middle East respiratory syndrome-related coronavirus). ”Sehingga perlu diwaspadai adanya indikasi bahwa penyakit ini berpotensi zoonosis, yaitu penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia," kata Ketut di Jakarta, Rabu (29/1).

Namun demikian, Ketut menegaskan bahwa masih perlu investigasi lebih lanjut untuk dapat mengkonfirmasi bahwa hewan menjadi sumber penularan ke manusia. "Sampai dengan saat ini, rute penularan yang dianggap paling berisiko adalah penularan dari manusia ke manusia," tambahnya.

Ketua Umum Asosiasi Dokter Hewan Satwa Liar, Aquatik, dan Hewan Eksotik Indonesia, Dokter Huda Darusman, mengatakan kelelawar berpotensi menyebarkan penyakit virus pada manusia. Dosen di IPB itu menjelaskan bahwa kelelawar memiliki daya tahan tubuh yang spesifik, yang mampu berperan sebagai penyimpan agen penyakit (reservoir). Menilik pada kasus yang pernah mewabah sebelumnya, kelelawar disebut-sebut sebagai reservoir virus corona lainnya penyebab SARS dan MERS.

Huda menuturkan, ketika dimakan virus itu bisa ditransmisikan ke manusia, meski virus sangat mudah dinonaktifkan dengan pemanasan atau bahan tertentu dalam proses pemasakan. Penyebaran lewat udara juga membuat virus ini berbahaya. "Corona ini yang jadi concern, menular melalui udara. Kami melihatnya nggak serta merta makan sop kalelawar kena corona, namun di udara sendiri sudah ada (virusnya)," ujar Huda.

Cara memasak yang tidak tepat, kurang panas dan lain sebagainya kata Huda mungkin memudahkan hewan itu menyimpan penyakitnya. Namun, dengan proses masak yang benar, Peneliti Pusat Studi Satwa Primata LPPM-IPB, Joko Pamungkas, mengatakan virus yang ada kemungkinan tidak aktif, seperti apa yang diamatinya dilakukan oleh sejumlah warga di daerah Minahasa, Sulawesi Utara, dalam proses memasak mereka. ”Mereka memasaknya sedemikian rupa, ada belasan bumbu yang dimasukkan yang mungkin akan menonaktifkan virus tersebut. Suhu mendidih lama itu berandil untuk menonaktifkan virus tersebut," ujar Joko.

Meski begitu, Joko menjelaskan, potensi penyebaran virus tidak hanya terbatas pada orang yang memakan daging hewan liar. Ia mengatakan transmisi virus bisa terjadi juga pada orang yang berburu, menyimpan, atau mengolah sebelum memasak hewan liar itu.

Lebih lanjut Ketut mengatakan, seluruh masyarakat harus terus waspada, karena berdasarkan data organisasi kesehatan dunia atau WHO sampai Selasa, kemarin telah dikonfirmasi sebanyak 4.593 orang terinfeksi virus ini, dan 106 di antara meninggal. "Kita harus meningkatkan kewaspadaan terhadap wabah virus corona ini," tuturnya.

Selain Tiongkok infeksi 2019-nCoV ini telah dilaporkan di 14 negara yakni Thailand, Singapura, Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Vietnam, Malaysia, Nepal, Australia, Prancis, Jerman, Srilangka, Kamboja, dan Kanada.

Oleh karena itu, Ia menyampaikan beberapa langkah penting dari aspek kesehatan hewan di Indonesia sebagai kewaspadaan dini terhadap ancaman virus ini, yaitu agar setiap orang segera melapor jika terjadi peningkatan kasus penyakit pada hewan dan satwa liar, terutama jika berkaitan dengan adanya dugaan kasus 2019-nCoV pada manusia.

Ketut juga meminta agar unit pelaksana teknis (UPT) Kementan yaitu Balai Veteriner di seluruh Indonesia untuk melakukan investigasi terhadap laporan kasus penyakit pada hewan dan satwa liar yang berkaitan dengan kasus dugaan infeksi 2019-nCoV pada manusia.

Menurutnya selama ini, Balai Vereriner sudah memiliki kemampuan untuk deteksi virus-virus yang baru muncul seperti Coronavirus, karena secara aktif telah bekerjasama dengan sektor kesehatan dan satwa liar dalam melakukan surveilans di satwa liar yang kontak dengan ternak dan manusia melalui pendekatan one health. Kegiatan ini didukung oleh FAO melalui fasilitasi dari USAID.

”Saya juga sudah perintahkan juga agar jajaran di sektor kesehatan hewan untuk berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Otoritas yang menangani satwa liar setempat terutama jika ada laporan kasus yang menunjukan gejala klinis pneumonia pada manusia," imbuhnya.

Dirjen PKH kemudian menekankan pentingnya Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) pada kelompok risiko tinggi seperti dokter hewan, paramedik, peternak, pedagang dan pemilik hewan yang menangani hewan hidup dan produknya, terutama satwa liar, dengan pesan kunci kemungkinan penularan 2019-nCoV dari hewan dan satwa liar kepada manusia dan cara pencegahannya.

”Ada banyak cara sederhana yang dapat dilakukan untuk pencegahan, antara lain dengan memperhatikan hygiene personal, seperti mencuci tangan dengan sabun dan penggunaan alat pelindung diri (APD) setiap kali kontak dengan hewan dan produknya," ujarnya. Dan tidak kalah pentingnya, menurut Ketut adalah melaksanakan manajemen risiko terhadap pemasukan hewan dan produk hewan di tempat pemasukan dan berkoordinasi dengan Karantina Pertanian setempat. (dim/fin/ful)

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com